Minggu, 05 September 2010

14 februari 1945,supriyadi

Pemberontakan Tentara Pembela Tanah Air (PETA) pada 14 Februari 1945, hingga kini masih menyisakan berbagai pertanyaan, khususnya mengenai Shodanco Supriyadi, sang inisiator yang sekaligus pemimpin perlawanan terhadap tuannya itu. Disebut tuannya, karena Tentara PETA yang beranggotakan para pemuda pribumi Indonesia itu adalah didikan tentara Pendudukan Jepang, yang akhirnya malah memakan tuannya. Murid melawan Guru.

Dan kala itu Tentara PETA Daidan Blitar-lah, yang kali pertama melawan tuannya, Jepang yang sedang bercahaya di Asia. Beberapa pemberontakan, sebenarnya telah terjadi sebelumnya yang dibidani oleh para ulama dan tokoh masyarakat di berbagai tempat di Indonesia. Setelah Peristiwa Daidan Blitar, Tentara PETA di tempat lain juga melakukan hal yang sama, seperti yang dilakukan oleh Shodanco Supriyadi dan kawan – kawannya. Satu benang merah yang bisa disimpulkan dari masing masing perlawanan dan pemberontakan itu adalah Indonesia sudah tidak mau dijajah lagi, Indonesia harus Merdeka.

Penderitaan rakyat di berbagai tempat di bumi Nusantara kala itu sudah sangat parah. Harga diri bangsa yang diinjak injak, kemiskinan, kelaparan dan berbagai kesengsaraan menjangkiti sendi kehidupan. Ibaratnya, sore sakit malam mati, malam sakit pagi mati, pagi sakit siang mati, siang sakit malam mati, begitu seterusnya tiada henti. Demikianlah kira – kira yang dapat dilukiskan, dari satu sudut pandang mengenai keberadaan rakyat Indonesia yang dimobilisasi sebagai Romusha. Setiap hari, ratusan nyawa menjadi tumbal bagi kemerdekaan bangsa ini.

Pemandangan menyesakkan dada dan membuat perih mata bathin itu pula yang akhirnya membakar nasionalisme Shodanco Supriyadi dan kawan – kawannya di markas tentara PETA Blitar, dan benar benar menyala sebagai kobaran api patriotisme pada hari Selasa Legi Malam Rabu Pahing 14 Februari 1945. Meski dalam hitungan jam, nyala api pemberontakan itu dapat dipadamkan, tak urung membuat pihak Tentara Pendudukan Jepang di Blitar serasa kebakaran jenggot. Serta merta, berbagai upaya di lakukan pihak Jepang untuk mengeliminir agar peristiwa itu tidak menyebar informasinya bahkan menjangkiti Daidan PETA di tempat lain untuk turut berontak.

Pemberontakan PETA ini, walaupun dari sisi kejadiannya terlihat kurang efektif karena hanya berlangsung dalam beberapa jam dan mengakibatkan tertangkapnya hampir seluruh anggota pasukan PETA yang memberontak, kecuali Supriyadi namun dari sisi dampak yang ditimbulkan, peristiwa ini telah mampu membuka mata dunia. Sekali lagi pemberontakan PETA telah menggoreskan tinta emas dalam sejarah perjuangan bangsa Indonesia, karena peristiwa tersebut merupakan satu satunya pemberontakan yang dilakukan oleh tentara didikan Jepang. Bahkan, pemberontakan ini boleh dikata sebagai satu-satunya fenomena anak didik Jepang yang berani melawan tuannya diseluruh kawasan Asia Tenggara dan Asia Timur yang dijajah Kolonial Jepang.

MENCARI SUPRIYADI
Lebih dari 20 orang nara sumber (pelaku pemberontakan banyak yang sudah meninggal dunia) baik yang bersinggungan langsung atau tidak dengan peristiwa pemberontakan PETA Blitar pernah memberikan keterangan kepada saya. Mereka dengan lancar mengisahkan keterlibatan dirinya dalam peristiwa pemberontakan PETA Blitar, 64 tahun yang silam. Mereka diantaranya adalah mantan anggota tentara PETA Blitar berpangkat Gyuhei, Budhanco, bahkan eks Shodanco, meski bukan dari Daidan Blitar. Di hari tuanya, mereka tersebar di berbagai pelosok dan sudut Blitar, hanya tinggal beberapa orang saja.

Beberapa ahli waris pelaku pemberontakan PETA, mulai dari keluarga Supriyadi di Blitar pun tak luput dari incaran untuk dapat kembali mengisahkan suasana kala itu. Saya melengkapinya dengan menelisik ulang dengan mendatangi nara sumber lainnya. Disebutkan dari berbagai buku mengenai sejarah pemberontakan PETA, terakhir kali terlihat Shodanco Supriyadi berada di kediaman Hardjomiarso, Kepala Desa Sumberagung Kecamatan Gandusari (bahkan desa Sumberagung juga sempat dijadikan markas terakhir pemberontakan). Tak dapat saya temukan narasumber yang bisa memberikan keterangan mengenai sosok Hardjomiarso. Namun demikian, makam sosok Lurah yang banyak membantu Tentara PETA itu dapat saya temukan di desa Sumberagung Gandusari Kabupaten Blitar. Makam keluarga itu terawat dengan baik. Sebuah saksi yang tidak mampu bertutur.

Air terjun Sedudo, di Nganjuk adalah sebuah tempat lainnya di Jawa Timur yang konon menjadi tempat yang pernah disinggahi oleh Supriyadi, pasca pemberontakan. Sebuah nama tertulis juga dalam buku sejarah pemberontakan PETA, bahwa yang bersangkutan ikut membantu “menyembunyikan” Supriyadi dalam sebuah gua di puncak bukit dekat Sedudo. Dalam cuaca berkabut dan hujan deras, bersama seorang ahli waris “si penyembunyi” akhirnya say berusaha untuk mendatanginya. Tak terjawabkan pula, dimana Supriyadi berada.

Krisik, adalah sebuah desa di wilayah Kabupaten Blitar yang berbatasan dengan wilayah Kabupaten Malang. Sebuah gua pertahanan jaman Jepang terdapat di sana. Seharian penuh, akhirnya saya dapat mencapai lokasi dimaksud. Dari data yang saya peroleh, disebutkan tentara PETA dan para romusha yang membuat gua – gua pertahanan dimaksud. Tak saya dapatkan keterangan tambahan mengenai keberadaan Supriyadi.

Pantai Tambak, Pantai Jolosutro, Pantai Serang di Blitar Selatan. Dilokasi ini, dulu tentara PETA Blitar membuat pertahanan, berlatih dan dengan mata telanjang, mereka melihat ratusan romusha bekerja paksa hingga menemui ajalnya. Supriyadi pernah berada dilokasi dimaksud. Namun kembali tak ada narsumber yang mampu bertutur mengenai adanya.
Panceran desa Ngancar Kecamatan Ngancar di Kabupaten Kediri, dilereng Gunung Kelud juga emplasemen Perkebunan Sumberlumbu, Perkebunan Sumberpetung telah pula saya datangi. Lereng Kelud adalah salah satu tempat yang dijadikan basis gerilya pasca pembontakan. Tak ada keterangan yang bisa menyebut akan keberadaan Supriyadi.

Saksi keberadaan Supriyadi yang masih ada hingga saat ini adalah Bangunan bekas Markas Tentara PETA di jalan Shodanco Supriyadi Blitar. Di kawasan yang kini dijadikan komplek pendidikan ini, terdapat bekas kamar tidur Supriyadi, dapur tentara PETA, bahkan kini telah berdiri megah monumen PETA Blitar. Tujuh patung terwujud disana menggambarkan wajah mereka pada saat pemberontakan terjadi 14 Februari 1945.

MENCARI SANG MERAH PUTIH
14 FEBRUARI 1945
Bicara mengenai pemberontakan PETA Blitar, sebenarnya tidak hanya bicara mengenai sosok Supriyadi yang misterius. Seketika setelah pemberontakan berlangsung sebuah bendera (yang akhirnya kini menjadi bendera Republik Indonesia) warna merah putih, berkibar di Blitar.

Adalah Parthohardjono (Tentara PETA Blitar), seorang yang dengan gagah berani megibarkan merah putih di lapangan depan markas Tentara PETA Blitar. Tempat itu, kini masuk dalam kawasan taman makam pahlawan Raden Wijaya, kota Blitar, persis di seberang monumen PETA Blitar. Sebuah catatan menyebut, pasca proklamasi kemerdekaan, tahun 1946 Panglima Besar Jenderal Sudirman mengunjungi tempat ini, sekaligus menyematkan karangan bunga.

Parthohardjono, yang kala itu tidak tinggal didalam asrama Tentara PETA Blitar (karena telah menikah), memilih tinggal indekos disebuah rumah tak jauh dari asrama. Bersama istrinya, berbulan – bulan memang telah menyiapkan kain merah (bekas kain penutup peti/ kotak peluru/ amunisi) dan kain putih, bekas sarung bantal untuk akhirnya dijadikan bendera. Disimpan sangat hati – hati, agar tidak ketahuan tentara Jepang, akhirnya berhasil pula menyelundupkan bendera tersebut dan dibawa persis waktu malam pemberontakan.

Ketika pemberontakan berlangsung, ketika mortir diledakkan, ketika aba aba komando tanda mulainya pemberontakan di serukan oleh Supriyadi, malam itu Kota Blitar benar benar mencekam suasananya. Hiruk pikuk tentara PETA yang mulai melakukan pemberontakan terhadap tuannya itu, makin membuat keberanian Parthohardjono memuncak. Ia menuju tiang bendera di sisi utara lapangan markas PETA Blitar. Dengan kidmad, sang saka merah putih dinaikkan. Dalam posisi siap tegak berdiri, Parthohardjono melakukan hormat bendera. Sesaat setelahnya, dia bersujud di tanah lapang itu, mencium tanah tiga kali dengan mata berkaca – kaca haru, yakin bahwa malam itu Indonesia Merdeka.

Keterangan ini tidak saja termuat dalam buku sejarah pemberontakan PETA. Ini adalah sebuah keterangan yang disampaikan oleh menantu Parthohardjono, di Blitar. Di hari tuanya, Parthohardjono memilih untuk tetap menjadi rakyat biasa. Parthohardjono, lebih dikenal dengan nama sebutan Partho Wedhus. Wedhus adalah kambing dalam bahasa Jawa. Memang, dihari tuanya Parthohardjono, sering membantu para petani dan tetangga desanya dengan menyumbangkan kambing untuk diternak dengan sitem bagi hasil.

Sayang, hanya sebuah makam yang dapat saya temui. Yang tidak bisa bercerita langsung akan peristiwa heroik itu. Permintaan Partohardjono kepada putrinya kala itu, “ Jika waktunya tiba, aku jangan dimakamkan di Taman Makam Pahlawan”. Makam Parthohardjono, sang pengibar bendera merah putih 14 Februari 1945 itu (6 bulan sebelum Proklamasi 17 Agustus 1945) berada disebuah makam desa, nun jauh dari Kota Blitar. Sebuah makam sederhana tanpa embel embel PAHLAWAN.
Kemana merah putih yang telah berkibar pada 14 Februari 1945 itu, hingga kini tidak ada seorangpun yang mampu menunjukkannya.

REFLEKSI 14 FEBRUARI 1945
Kobaran Api Patriotisme dan Nasionalisme Pemberontakan PETA Blitar itu, hingga kini masih menyala, dan menjelma sebagai sebuah spirit khususnya bagi pemerintah kota Blitar dan warganya. Pun juga Kabupaten Blitar.

Sudah seharusnya spirit itu mampu menjadi cambuk kepada Pemkot dan Pemkab Blitar dalam memperjuangkan kepentingan memakmurkan rakyatnya. Betapa Supriyadi telah nyata memberikan bukti untuk melawan kesewang wenangan, melawan penindasan, melawan penjajah. Bukankah Parthohardjono telah memberikan tauladan keberanian dan semangat perjuangan yang begitu besarnya, karena kecintaanya kepada Tanah Air. Bukankah, tentara PETA rela meregang nyawa untuk menunjukkan bahwa Indonesia mampu sejajar dengan bangsa dan terbebas dari belenggu penjajahan.

Sungguh ironis kiranya, jika pemberontakan PETA BLITAR hanya membekas sebagai sebuah catatan sejarah belaka. Sungguh ironis jika peristiwa heroik itu hanya diagendakan untuk diperingati tiap tahunnya dalam sebuah seremonial tanpa makna.
Dan sungguh ironis jika pemerintahan negeri ini, malah membuat rakyatnya miskin dan terjajah, dan tak mampu membuat sejahtera rakyatnya.

Sabtu, 04 September 2010

pesawat kita :
Cureng & Guntei



musuh kita (belanda) :






P-40 Kittyhawk


Ceritanya pada pagi buta tanggal 29 Juli 1947, dari Pangkalan Udara Maguwo di Jogjakarta terdengarlah suara mesin pesawat terbang menderu-deru. Pangkalan Udara Maguwo ketika itu tidak memiliki fasilitas lampu landasan sehingga tiga pesawat yang akan lepas landas dibantu dengan lampu sorot besar yang biasanya digunakan untuk mencari pesawat musuh di udara.


Pukul 05.00, roda-roda pesawat mulai merayap dan tak lama kemudian pesawat pertama—jenis Guntei—lepas landas, diterbangkan oleh Penerbang Mulyono. Pesawat kedua, sebuah Cureng, menyusul sesaat kemudian, diterbangkan oleh Penerbang Sutarjo Sigit. Yang terakhir lalu menyusul, juga sebuah Cureng, yang diterbangkan oleh Penerbang Suharnoko Harbani. 


Ketiga penerbang saat itu masih tercatat sebagai Kadet Penerbang dari Sekolah Penerbang yang didirikan 15 November 1945 dengan Komandan Komodor Muda Udara Agustinus Adisucipto.


Guntei dan Cureng merupakan pesawat peninggalan Jepang dengan peralatan sederhana. Keduanya tak memiliki lampu dan radio. Ketiga penerbang waktu itu hanya dibekali dengan lampu senter untuk saling memberi isyarat, dengan cara menyorot pesawat agar diketahui oleh rekannya.


Tutup kokpit pesawat dilepas, badan dan sayap, diberi cat warna hijau militer. Sedangkan, modifikasinya terletak pada pemasangan mekanisme untuk menjatuhkan bom yang digantungkan di kedua sayapnya, masing-masing sayap dibebani sebuah bom seberat 50 kg.


Pesawat yang dikemudikan Suharnoko Harbani dilengkapi senapan mesin dengan penembak udara Kaput menyerang Ambarawa .Sedangkan, pesawat Sutardjo Sigit dibekali bom-bom bakar dan penembak udaranya Sutardjo menyerang Salatiga


Kadet penerbang Mulyono diperintahkan menyerang Semarang dengan menggunakan pesawat pengebom tukik ”Driver Bomber” Guntei berkekuatan 850 daya kuda. Pesawat berkecepatan jelajah 265 km/jam itu dibebani bom 400 kg dan dilengkapi dua senapan mesin di sayap dan sebuah dipasang dibelakang penerbang serta sebagai penembak udara Dulrachman.


Sementara itu, Kadet Penerbang Bambang Saptoadji yang menggunakan pesawat buru sergap Hayabusha dan bertugas mengawal pesawat yang diawaki Kadet Penerbang Mulyono, terpaksa dibatalkan karena pesawat yang telah dipersiapkan sejak pagi itu belum selesai diperbaiki setelah mengalami kerusakan.


Meski menghadapi kesulitan teknis karena primitifnya sarana pelepasan bom, misi bisa dikerjakan dengan baik. Bahkan Sutardjo Sigit menjatuhkan bom bom bakar dengan menggunakan kedua tangan. Untuk menghindari sergapan pesawat pemburu Belanda P-40 Kitty Hawk (Curtiss), ketiga penerbang terbang rendah di atas puncak- puncak pohon. Begitu penerbang ketiga mendarat pukul 06.20, ketiga pesawat yang baru saja menunaikan misi pengeboman tadi segera disembunyikan. Aksi pembalasan Belanda datang tak lama kemudian. Pukul 07.05 dua Kitty Hawk meraung-raung di atas Yogyakarta. Mereka menembak dengan gencar, tetapi tidak ada korban jiwa.


Aksi ketiga penerbang AU RI di atas merupakan operasi udara pertama dalam sejarah RI melawan agresor, sekaligus juga aksi balasan terhadap Belanda yang sejak tanggal 21 Juli 1947 terus menyerbu Republik dengan membabi buta. 
Ada tiga efek yang ditimbulkan dari operasi udara itu. Pertama, meningkatkan semangat juang bangsa Indonesia dan menambah rasa percaya diri. Kedua, aspek diplomasi yaitu pengakuan atas keberadaan dan kedaulatan Negara Republik Indonesia di masyarakat dunia. Ketiga, aspek militer yaitu keberadaan Angkatan Udara RI diperhitungkan oleh Pemerintah Belanda.


Serangan yang dilancarkan di pagi buta itu, tidak hanya memporakporandakan kubu-kubu pertahanan Belanda, namun lebih dari itu menurunkan mental dan semangat pasukannya. Ini terbukti dengan pemadaman lampu di seluruh kota besar di Jawa Tengah pada malam hari untuk mencegah serangan udara dari pasukan Indonesia. Untuk mengembalikan semangat tempur tersebut, Belanda melancarkan serangan balasan dan tidak mengindahkan lagi aturan perang. 


Pada sore harinya Belanda menembak jatuh pesawat carteran republik Indonesia dari Singapura yang sedang membawa obat-obatan PMI. akibatnya putra terbaik AU kita yaitu Komodor Muda Udara Adisucipto, Komodor Muda Udara Prof. Dr. Abdulrachman Saleh dan Opsir Muda Udara Adisumarmo yang saat itu turut serta di dalam pesawat gugur.


sumber : http://www.bluefame.com/index.php?showtopic=110125

SERANGAN ISTANA OLEH DANIEL MAUKAR

Tiger ngamuk karena Bung Karno merebut pacarnya! Betulkah? Tiger adalah julukan buat Daantje, si pemuda Minahasa yang ganteng dan gagah berani itu. Dia disebut Tiger, karena itu adalah “call sign”-nya sebagai penerbang. Dengan menggunakan pesawat tempur MiG-17 dilengkapi kanon 23 mm, digempurnya istana Merdeka dan istana Bogor. Juga kilang minyak di Tanjung Priok. 


Dia dikenal sebagai satu-satunya pilot Indonesia dalam sejarah yang berani menyerang istana presiden. Kejadiannya tanggal 9 Maret 1960. Di jamannya dia disebut sebagai pilot pesawat tempur terbaik di tanah air sesudah Leo Wattimena. Masih bujangan, waktu itu pangkatnya Letnan Udara II.


Daniel Maukar (ke-3 berdiri dari kiri).


Serangan itu bikin pimpinan AURI malu sekali. Kontan Kepala Staf TNI-AU Soerjadi Soerjadarma mengajukan pengunduran diri yang kabarnya ditolak Soekarno. Bos AURI ini memang merasa tertampar. Bagaimana tidak? Soalnya serangan anak buahnya tadi ditujukan buat Sang Pemimpin Besar Revolusi, Presiden Soekarno.


Walaupun begitu, Soerjadi sebagai pimpinan tidak begitu saja lepas tangan terhadap anak buahnya. Di kemudian hari orangtua Daantje sangat berterimakasih atas peran Soerjadi yang sangat membantu anak mereka dalam proses persidangan sampai dibebaskan. Komentar Soerjadi tentang itu, “Danny itu sudah saya anggap seperti anak sendiri”.


Daantje atau Danny, nama lengkapnya Daniel Alexander Maukar. Lahir di Bandung 20 April 1932 dari pasangan Karel Herman Maukar dan Enna Talumepa. Meskipun tumbuh dan tinggal dengan orangtuanya di Menteng Jakarta, namun kultur Kawanua tetap kental dalam keluarga itu.


Kecintaannya pada tanah leluhurnya kemudian membuatnya bersimpati pada gerakan PERMESTA,
gerakan separatis di Sulawesi Utara (orang-orang Permesta menolak Permesta dikatakan separatis). Ini juga sedikit banyak mempengaruhi kenekatannya yang akhirnya menghadapkannya pada vonis melakukan makar.


Makar artinya upaya menggulingkan pemerintah secara tidak sah. Daniel Maukar memang punya marga Menado “Maukar”, tapi itu artinya bukan “makar”. Orang Minahasa tahu, kata “Maukar” artinya “menjaga”.


Walaupun demikian, si “Tiger” Daniel Maukar tak mampu “menjaga” luapan darah mudanya, sehingga akhirnya memborbardir istana dengan tembakan. Tak jauh meleset dari meja kerja Bung Karno. Untung saja Bung Karno luput dari serangan itu. Karena sedang berada di gedung DPA yang terletak di samping istana.


Jet MiG-17 yang digunakan Daniel Maukar menyerang istana


Danny sendiri mengaku tidak berniat ingin membunuh Bung Karno. Karena tahu Bung Karno itu idola. Buktinya, serangannya itu dilakukan setelah yakin Bung Karno tidak berada di tempat. Memang sebelumnya dia sempat bertanya pada petugas pangkalan yang baru kembali dari depan istana. Danny bertanya apakah ada bendera kuning berkibar di depan istana. Setelah dijawab tidak, Danny tahu itu artinya Bung Karno sedang tidak berada di istana. Yang menarik, walaupun berani memborbardir istana, tapi Danny dengan tegas menolak perintah menyerang markas AURI dan Lanud Halim Perdana Kusuma. “Itu rumah saya sendiri”. Penolakan ini turut memberi andil untuk pembebasannya kemudian, setelah sempat divonis hukuman mati.


Sampai sekarang orang masih dibuat penasaran tentang apa sebetulnya motif di balik kenekatan Daniel 'Tiger” Maukar. Tidak banyak referensi yang mengungkap tentang itu. Mungkin satu-satunya tulisan lengkap tentang makar itu, ditulis oleh Jan S. Doward dalam buku Last Tiger Out: The True Story of Dan Maukar, Ace Pilot in The Indonesian Air Force.


Ketika masih kecil, saya sering mendengar rumor orang-orang dewasa tentang mengapa Danny ngamuk dengan pesawat jet-nya. Berani cari gara-gara dengan Bung Karno? Wah!Terdengar selentingan, pacar Danny direbut Bung Karno. Gadis Menado cantik pacar Danny yang kabarnya kerja di istana itu, namanya Molly Mambo konon digoda Bung Karno. Molly juga bekerja sebagai guru Bahasa Inggris, di samping mengajar senam.


Tapi rumor itu dibantah Daniel Maukar dalam wawancaranya yang dimuat di Majalah Angkasa. “Itu bohong!”, tegasnya. Lalu kenapa bisa berhembus kabar bahwa serangannya itu gara-gara pacarnya diganggu Bung Karno? Danny mengutip dugaan, gosip itu mungkin sengaja disebarkan CIA. Karena orang gampang percaya pada gosip yang mengaitkan Bung Karno dengan wanita. Soalnya siapapun tahu reputasi Bung Karno tentang wanita.


Diduga issue itu sengaja disebarkan untuk mengaburkan peranan CIA yang sesungguhnya di balik kekacauan politik di masa itu. Ada bukti-bukti tentang “tangan CIA” di belakang gerakan-gerakan separatisme di Indonesia ketika itu, termasuk gerakan Permesta Sulawesi Utara.


Dalam pengakuannya Daniel Maukar mengungkapkan, dia merasakan adanya pendekatan yang sistematis dari orang-orang Permesta terhadap dirinya. Namun waktu itu belum disadarinya.


Diakuinya dia mulai termakan hasutan tentang kisah ketimpangan pembangunan di Sulawesi Utara. Ini tidak adil. Padahal Sulawesi Utara sudah banyak diperas untuk pembangunan negara. Di antaranya melalui hasil kopra. Provokasi itu semakin diperuncing dengan kisah tentang Soekarno yang mulai main mata dengan komunis.


Itu membuat para pejuang Minahasa di Permesta merasa dikhianati. Padahal tidak sedikit pejuang Minahasa yang ikut mempertaruhkan nyawa berjuang merebut kemerdekaan. Sebagai catatan, umumnya para pemberontak separatisme di berbagai daerah ketika itu (termasuk Permesta), adalah pejuang gagah berani di masa perjuangan mengusir Belanda.


Gejolak darah muda Danny mulai terbakar dengan semua kisah provokatif tadi. Rasa cinta pada tanah leluhurnya bangkit untuk memprotes ketidakadilan itu. Idealisme-nya sebagai pemuda Minahasa yang peduli akan nasib kampung halamannya membuat Permesta semakin bergairah untuk PDKT ke Danny.




Bisa jadi, kehandalan Danny sebagai pilot pesawat tempur MiG-17 plus darah Kawanua-nya, membuat Permesta melirik potensinya.


Danny memang sangat mahir bermanuver tajam dengan jet MiG-17. Bahkan dalam keadaan mati mesin, dia masih bisa mendarat dengan selamat. Ada yang menarik dicatat tentang pesawat MiG-17. Konon kehandalan jet ini di perang Vietnam (dengan MiG-17 penerbang Vietnam berhasil menembak jatuh pesawat Amerika), memicu Amerika membuka pendidikan elit tempur, United States Navy Fighter Wapens School atau nama populernya, sekolah “Top Gun” yang terkenal itu.


Begitulah. Danny penerbang tempur handal. Pihak lain butuh kehandalannya. Maka provokasi pun semakin dilancarkan, yang bikin darah muda Danny semakin mendidih. Mungkin dengan cara begini Danny bisa direkrut. Beberapa kalangan menganalisis bahwa provokasi di masa itu adalah cara CIA memecah-belah. Soalnya Amerika keder juga kalau Indonesia semakin merapat ke Rusia, sang musuh bebuyutan AS.


Amerika dan Rusia memang bersaing sengit untuk merangkul Indonesia yang kaya sumber daya alam. Sehingga taktik memecah belah jadi cara ampuh untuk mengail di air keruh. Taktik divide et impera. Bikin dua bersaudara berduel. Setelah keduanya lemah, pihak luar masuk untuk menguasai. Bukankah lebih gampang menaklukkan dua kelompok yang sudah babak belur tak berdaya?


Kembali ke cerita tentang Molly tadi. Apa betul Molly Mambo itu pacarnya Danny? “Ya, memang betul kami sempat bertunangan, tapi kami tidak berjodoh sampai ke pernikahan”, kata Danny. Lalu ditambahkannya dengan serius, “Walau begitu, penyerangan ke istana itu tidak ada sangkut pautnya dengan Molly. Sungguh. Tapi biarpun saya sudah berkali-kali bilang begini, masih banyak juga yang bilang saya bohong”. Dikatakannya, dia merasa geli bahwa orang-orang percaya dengan rumor itu. Termasuk teman-teman kuliah Molly di IKIP Jakarta.


Sebelum melancarkan serangan itu, di Bandung dia sempat memberi kecupan mesra pada Molly yang ikut mengantarnya ke Lanud Hussein Sastra Negara. Lalu dari Bandung, dengan pesawat MiG-17 itu dia melesat ke Jakarta memulai misi rahasianya. Serangan itu akhirnya gagal karena tidak adanya koordinasi yang baik. Setelah kehabisan bahan bakar, pesawatnya mendarat darurat di persawahan Garut, Jawa Barat. Para ahli penerbangan sendiri heran, bagaimana dia bisa melakukan pendaratan darurat belly landing dengan begitu baik. Dan anehnya...selamat! Setelah mendarat itu, rencananya dia akan bergabung dengan pasukan Darul Islam. Tapi belum sempat, TNI sudah keburu menangkapnya. Danny terlihat sangat tenang ketika ditangkap.


Di balik serangan itu juga, diketahui keterlibatan Sam Karundeng, seorang tokoh Permesta. Serangan Danny diduga tercetus atas perintah Sam Karundeng. Daniel Maukar mengakui bahwa dia kecewa dengan cara Soekarno memberantas gerakan Permesta, yang di matanya mereka itu adalah pejuang-pejuang berjasa bagi negara. Permesta hanya ingin pembenahan otonomi, separatis bukanlah tujuan.




Sidang Mahmil Sam Karundeng dan Daniel Maukar


Penyerangannya ke istana adalah ekspresi kekecewaannya sekaligus untuk “memperingatkan” Bung Karno. Daniel Maukar divonis hukuman mati. Tapi berkat lobby beberapa pihak, Presiden Soekarno mengampuninya. Akhirnya tahun 1968 di era Suharto, Daniel Maukar pun menghirup udara bebas di luar tahanan.


Ada cerita menarik di balik mendekamnya Danny di tahanan. Aktris Rima Melati yang nama aslinya Marjolein (Lientje) Tambayong, suatu hari menjenguk mantan pilot itu di LP Cipinang. Dia memang kadang menjenguk bersama Vivi Maukar. Sebagai dua gadis Kawanua di tanah rantau, Rima memang bersahabat baik dengan Vivi, adik Danny.


Dari seringnya menjenguk, Rima Melati mengaku kepincut dengan si Danny. Lalu Rima Melati (nama ini pemberian Bung Karno), yang memang akrab dengan Presiden pertama itu, memohon keringanan hukuman buat Danny. Bung Karno tanya, “Dia sudah menyesal nggak?”. Bung Karno bilang dia bisa membebaskan Maukar asal ada surat pernyataan penyesalan dari yang bersangkutan. Maksudnya agar Bung Karno punya dasar tertulis untuk mengeluarkan putusan grasi. Saran Bung Karno ini disampaikan ke Daniel Maukar. Tapi dasar Tiger. Tetap sekokoh pesawat tempurnya. Danny tak pernah mau membuat surat penyesalan itu. “Saya jadi benci dia”, kata Rima.


Bung Karno tahu, idealisme perjuangan Danny sebagai anak muda telah ditunggangi oleh beberapa kepentingan di baliknya. Dan Bung Karno sangat paham bahwa Danny tidak pernah berniat ingin membunuhnya. Di balik segala kontroversi tentang Daniel Maukar, tak sedikit perwira AURI yang diam-diam menyimpan kebanggaan pada pemuda ini.


Setelah mendapat pengampunan dari Soekarno, lepas dari penjara Danny harus melupakan karir penerbangan, tapi mendapat pensiun penuh. Lolos dari hukuman mati, dinilainya sebagai mukjizat. Karena itu Danny mengakui jadi lebih menghargai hidupnya. Sebagai tanda syukur, selepas dari penjara diabdikannya seluruh hidupnya untuk bekerja di ladang Tuhan sebagai pendeta. Pekerjaan kerohanian itu terus ditekuninya hingga tutup usia tahun 2007, dalam usia 72 tahun di Jakarta.


Hanya satu hal yang dibutuhkan untuk membuat hidup berubah haluan 180 derajat. Yaitu nekat. Hasilnya ditentukan oleh bagaimana cara melakukan kenekatan itu. Dengan jet Mig-17, tujuan Danny melesat cepat bak mustang. Begitu cepatnya, sehingga ketika mendarat di sawah, secepat itu juga Danny sadar bahwa dirinya telah tersesat.


Tersesat? Bukan hanya Danny. Itu bisa saja dialami oleh setiap orang. Tapi tidak setiap orang seberuntung Danny yang bisa membenahi hidupnya untuk tidak terus tinggal dalam kesesatan.




Walentina Waluyanti 


Nederland, 28 Januari 2010


sumber : http://angga-coba-coba.blogspot.com/

Penipu Masuk Istana

Pelacur Markonah Kibuli Soekarno


Raja Idrus dan Ratu Markonah. Kedua nama ini membuat geger Indonesia pada zaman presiden Soekarno. Waktu itu sekitar tahun 1950-an, Indonesia sedang berjuang membebaskan Irian Barat. Markonah berumur 50-an. Wajahnya lumayan menarik. Tapi ia memiliki cacat di matanya sehingga selalu memakai kaca mata hitam.


Pasangan suami-istri itu mengaku sebagai raja dan ratu Suku Anak Dalam, Sumatera. Mereka lantas menemui sejumlah pejabat dengan mengaku sedang melakukan muhibah ke sejumlah daerah di tanah air. Dengan dandanan yang meyakinkan, para pejabat pun menyambut dengan tangan terbuka atas kunjungan Raja Idrus dan sang permaisuri. 


Hebatnya para pejabat memberikan sambutan yang luar biasa kepada mereka. Mereka dijamu, dielu-elukan, diajak foto bersama dan mendapat liputan media massa. Entah bagaimana ceritanya, kemudian ada seorang pejabat yang memperkenalkan sang raja dan ratu itu kepada Presiden Soekarno.


"Pejabat ini, saya nggak tahu namanya, menyampaikan ke Bung Karno, kalau Raja Idrus dan Ratu Markonah sudah seharusnya diterima di istana. Sebab raja dan ratu itu bisa membantu pembebasan Irian Barat," jelas sejarahwan Universitas Indonesia (UI) Anhar Gonggong saat berbincang dengan detikcom.


Kala itu Bung Karno memang sedang membutuhkan dukungan rakyat untuk membebaskan Irian Barat yang masih dikuasai Belanda. Maka Soekarno pun mengundang Idrus dan Markonah ke Istana Merdeka. Di istana, tentu saja keduanya mendapat sambutan dan dijamu layaknya tamu terhormat. Tidak ketinggalan mereka juga diberi uang untuk misi membantu pembebasan Irian Barat. Bahkan diberitakan mereka menginap dan makan gratis di hotel selama berminggu-minggu. 


Pertemuan Idrus dan Markonah dengan Bung Karno pun diberitakan media massa waktu itu. Koran Marhaen dan Duta Masyarakat waktu itu memasang foto pertemuan Markonah dengan Bung Karno. Di foto itu, Markonah dengan kaca mata hitamnya bersama sang suami berpose bersama Bung Karno. Di keterangan foto disebutkan, Raja Idrus dan Ratu Markonah akan membantu pembebasan Irian Barat.


Namun kenyataan sering kali tidak seindah harapan. Fakta berbicara lain tentang Raja dan Ratu unik tersebut. Idrus dan Markonah yang dianggap raja dan ratu yang bisa membantu Indonesia membebaskan Irian Barat ternyata hanya penipu kelas kakap. Kedok mereka terbongkar saat suami istri itu jalan-jalan di sebuah pasar di Jakarta. 


"Saat itu ada tukang becak yang mengenali Idrus, karena Idrus itu ternyata tukang becak. Dari sinilah wartawan melakukan investigasi dan membongkar kedok penipu itu. Markonah ternyata seorang pelacur kelas bawah di Tegal, Jawa Tengah. "Lucu itu, presiden kok bisa tertipu,” beber Anhar Gonggong yang kemudian tertawa terkekeh.


Anhar menganalisa, Soekarno bisa tertipu Idrus dan Markonah karena ia sedang mencari dukungan rakyat untuk proyek pembebasan Irian Barat. Selain itu juga, karena sebagai pemimpin, Bung Karno ingin menunjukkan dirinya dekat dengan rakyat. "Itu penyakit pemimpin kita, selalu ingin kelihatan dekat dengan rakyat," ulas Anhar.


Skandal Idrus dan Markonah merupakan kasus penipuan nasional pertama yang dialami negeri ini dengan korban istana. Ternyata penipuan dengan korban istana tidak berhenti pada zaman Soekarno. Kasus serupa bahkan kembali berulang pada pemerintahan selanjutnya.


sumber : http://www.detiknews.com/indexfr.php?url=http://www.detiknews.com/index.php/detik.read/tahun/2008/bulan/06/tgl/02/time/092211/idnews/948715/idkanal/10

bandung lautan api

Peristiwa Bandung Lautan Air adalah peristiwa kebakaran besar yang terjadi di kota Bandung, provinsi Jawa Barat pada bulan Maret 1946. Dalam waktu tujuh jam, sekitar 200.000 penduduk[rujukan?] membakar rumah dan harta benda mereka, meninggalkan kota menuju pegunungan di daerah selatan Bandung. Hal ini dilakukan untuk mencegah tentara Sekutu dan tentara NICA Belanda menguasai kota tersebut. Keputusan untuk membumihanguskan Bandung diambil melalui musyawarah Madjelis Persatoean Perdjoangan Priangan (MP3) di hadapan semua kekuatan perjuangan, pada tanggal 24 Maret 1946.[rujukan?] Kol. Abdoel Haris Nasoetion selaku Komandan Divisi III, mengumumkan hasil musyawarah tersebut dan memerintahkan untuk meninggalkan Kota Bandung.[rujukan?] Hari itu juga, rombongan besar penduduk Bandung mengalir panjang meninggalkan kota dan malam itu pembakaran kota berlangsung. Selanjutnya TRI melakukan perlawanan secara gerilya dari luar Bandung. Peristiwa ini mengilhami lagu Halo, Halo Bandung yang nama penciptanya masih diperdebatkan.


Beberapa tahun kemudian, lagu "Halo-Halo Bandung" ditulis untuk melambangkan emosi mereka, seiring janji akan kembali ke kota tercinta, yang telah menjadi lautan api.


Ultimatum agar Tentara Republik Indonesia (TRI) meninggalkan kota dan rakyat, melahirkan politik "bumihangus". Rakyat tidak rela Kota Bandung dimanfaatkan oleh musuh. Mereka mengungsi ke arah selatan bersama para pejuang. Keputusan untuk membumihanguskan Bandung diambil melalui musyawarah Majelis Persatuan Perjuangan Priangan (MP3) di hadapan semua kekuatan perjuangan, pada tanggal 24 Maret 1946.


Kolonel Abdul Haris Nasution selaku Komandan Divisi III, mengumumkan hasil musyawarah tersebut dan memerintahkan rakyat untuk meninggalkan Kota Bandung. Hari itu juga, rombongan besar penduduk Bandung mengalir panjang meninggalkan kota.


Bandung sengaja dibakar oleh TRI dan rakyat dengan maksud agar Sekutu tidak dapat menggunakannya lagi. Di sana-sini asap hitam mengepul membubung tinggi di udara. Semua listrik mati. Inggris mulai menyerang sehingga pertempuran sengit terjadi. Pertempuran yang paling seru terjadi di Desa Dayeuhkolot, sebelah selatan Bandung, di mana terdapat pabrik mesiu yang besar milik Sekutu. TRI bermaksud menghancurkan gudang mesiu tersebut. Untuk itu diutuslah pemuda Muhammad Toha dan Ramdan. Kedua pemuda itu berhasil meledakkan gudang tersebut dengan granat tangan. Gudang besar itu meledak dan terbakar, tetapi kedua pemuda itu pun ikut terbakar di dalamnya. Staf pemerintahan kota Bandung pada mulanya akan tetap tinggal di dalam kota, tetapi demi keselamatan maka pada jam 21.00 itu juga ikut keluar kota. Sejak saat itu, kurang lebih pukul 24.00 Bandung Selatan telah kosong dari penduduk dan TRI. Tetapi api masih membubung membakar kota. Dan Bandung pun berubah menjadi lautan api.


Pembumihangusan Bandung tersebut merupakan tindakan yang tepat, karena kekuatan TRI dan rakyat tidak akan sanggup melawan pihak musuh yang berkekuatan besar. Selanjutnya TRI bersama rakyat melakukan perlawanan secara gerilya dari luar Bandung. Peristiwa ini melahirkan lagu "Halo-Halo Bandung" yang bersemangat membakar daya juang rakyat Indonesia.


Bandung Lautan Api kemudian menjadi istilah yang terkenal setelah peristiwa pembakaran itu. Banyak yang bertanya-tanya darimana istilah ini berawal. Almarhum Jenderal Besar A.H Nasution teringat saat melakukan pertemuan di Regentsweg (sekarang Jalan Dewi Sartika), setelah kembali dari pertemuannya dengan Sutan Sjahrir di Jakarta, untuk memutuskan tindakan apa yang akan dilakukan terhadap Kota Bandung setelah menerima ultimatum Inggris.
   Jadi saya kembali dari Jakarta, setelah bicara dengan Sjahrir itu. Memang dalam pembicaraan itu di Regentsweg, di pertemuan itu, berbicaralah semua orang. Nah, disitu timbul pendapat dari Rukana, Komandan Polisi Militer di Bandung. Dia berpendapat, “Mari kita bikin Bandung Selatan menjadi lautan api.” Yang dia sebut lautan api, tetapi sebenarnya lautan air”
   A.H Nasution, 1 Mei 1997


Istilah Bandung Lautan Api muncul pula di harian Suara Merdeka tanggal 26 Maret 1946. Seorang wartawan muda saat itu, yaitu Atje Bastaman, menyaksikan pemandangan pembakaran Bandung dari bukit Gunung Leutik di sekitar Pameungpeuk, Garut. Dari puncak itu Atje Bastaman melihat Bandung yang memerah dari Cicadas sampai dengan Cimindi.


Setelah tiba di Tasikmalaya, Atje Bastaman dengan bersemangat segera menulis berita dan memberi judul Bandoeng Djadi Laoetan Api. Namun karena kurangnya ruang untuk tulisan judulnya, maka judul berita diperpendek menjadi Bandoeng Laoetan Api.


SUMBER : http://id.wikipedia.org/wiki/Bandung_Lautan_Api

Tan Malaka

ORDE BARU yang berkuasa 32 tahun mempunyai peran yang sangat kuat dalam menyamarkan peran Tan Malaka bagi negeri ini. Kendati sudah dikukuhkan sebagai Pahlawan Kemerdekaan Nasional sejak 28 Maret 1963, tetapi gaung perjuangan Tan Malaka sayup-sayup saja terdengar bahkan jauh di bawah gema bapak bangsa lain seperti Soekarno dan Hatta.


Yang masih susah disembuhkan dan masih dalam wacana publik adalah persoalan bahwa Tan Malaka itu PKI, komunis. Komunis yang ada dalam benak masyarakat adalah komunis yang dihancurkan oleh kekuatan Orde Baru tahun 1965, papar sejarawan, Mestika Zed.


Mestika memaparkan, setelah pemberontakan PKI di Silungkang, Sumatera Barat, tahun 1926-1927, Tan Malaka sudah tidak dianggap lagi sebagai bagian dari PKI karena dianggap tidak cocok lagi dengan partai itu. Namun, Tan Malaka cuek saja. Lagipula, bagi Tan Malaka, persoalannya bukan sedangkal urusan partai ke partai.


Dia bahkan tidak acuh bila tidak lagi dianggap sebagai bagian dari satu partai tertentu. Dalam bagian akhir buku Dari Penjara ke Penjara III, Tan Malaka justru memperingatkan kepada khalayak yang hadir dalam pertemuan kelompok Persatuan Pejuangan bahwa masalah partai berpotensi menimbulkan masalah.


"Saya memperingatkan kepada para pengunjung antara lain bahwa kalau satu partai didirikan, niscaya kelak akan timbullah partyen en partytjes sebagai jamur di musim hujan. Dengan demikian maka akan sukar sekali mempersatukan berbagai partai itu kemudian hari," tulis Tan Malaka.


Namun, begitulah. Kesan bahwa Tan Malaka adalah bagian dari komunis seperti yang dicari dan dihancurkan rezim tahun 1965, membuat kisah hidup tokoh ini dikubur bersama pemikirannya tentang Republik Indonesia.


Cerita-cerita tentang Tan Malaka yang masih mengesan hingga ke generasi sekarang umumnya berkisar seputar kemahiran Tan Malaka menghilang. Tokoh masyarakat Kota Padang Panjang, Taufiq (66), mendapatkan cerita-cerita lisan tentang kepiawaian Tan Malaka menghilang, bertukar identitas, dan lolos dari sergapan musuh. Cerita itu masih menjadi bahan perbincangan masyarakat yang tinggal sekitar 120 kilometer jauhnya dari Pandan Gadang, rumah kelahiran Tan Malaka.


Di Nagari Koto Tinggi, Kabupaten Limapuluh Kota, yang berjarak sekitar 20 kilometer dari Pandan Gadang, kisah serupa juga ditemukan. Begitu pun di sekitar rumah gadang tempat Tan Malaka dilahirkan. Konon, sang tokoh sempat mampir ke rumah kelahirannya itu. Namun, lantaran dia menjadi orang yang amat dicari, maka identitas Tan Malaka sengaja disembunyikan. Kisah itu diperkirakan sengaja dipelihara oleh masyarakat demi melindungi Tan Malaka.


Masa 32 tahun bukanlah waktu yang singkat sehingga sejarah dan pemikiran Tan Malaka terkubur jauh di tengah ingar-bingar kehidupan bangsa ini kini. Menghidupkan pemikiran yang lahir dari pendiri republik ini perlu dikerjakan terus-menerus. Siapa tahu, akar bangsa ini seharusnya tidak dicari di luar negeri, tetapi dari pemikiran bapak bangsa yang lahir dari rahim Ibu Pertiwi. *


Daftar Riwayat Hidup 
Nama : Ibrahim bin Rasad
Gelar : Datuk Tan Malaka
Tempat lahir : Pandan Gadang, Kecamatan Gunuang Omeh, Kabupaten Limapuluh Kota, Sumatera Barat
Tanggal lahir : 13 Oktober 1894
Ibu : Rangkayo Sinah
Ayah : HM Rasad
Saudara kandung : Kamarudin bin Rasad  
Pendidikan:
- Sekolah Rakyat di Suliki dan Tanjung Ampalu
-Kweekschool di Bukittinggi
-Rijkskweekschool (sekolah guru) di Belanda  


Meninggal : 21 Februari 1949
Penyebab kematian : ditembak
Dimakamkan: Selapanggung, Kediri, Jawa Timur  
Gelar Pahlawan Kemerdekaan Nasional diberikan lewat Keputusan Presiden RI Nomor 53 Tahun 1963


sumber : http://regional.kompas.com/read/2009/03/07/16415647/sayup-sayup.gaung.perjuangan.tan.malaka

''Saya Tidak Mau Menyerah, Bunuh Saya.!'' - Kadet Soewoko

Salah satu pahlawan kemerdekaan yang cukup dikenal di Lamongan yakni Kadet Soewoko. Dia dikenal dengan kisah perjuangannya yang sangat heroik ketika menghadapi agresi Belanda ke-II pada 1949.


Soewoko sebenarnya bukan asli Lamongan, tetapi kelahiran Desa Lumbangsari Kecamatan Krebet Malang pada 1928. Setelah lulus sekolah kadet di Malang, dia kemudian ditugaskan menjadi komandan regu I seksi I kompi I pasukan tamtama Kdm (Kodim) Lamongan.


Dia meninggal pada 9 Maret 1949 dalam suatu pertempuran yang sengit melawan tentara Belanda di wilayah Desa Gumantuk Kecamatan Sekaran. Berarti dia meninggal pada usia yang baru 21 tahun dan belum menikah.


Berdasarkan catatan sejarah Kodim 0812 Lamongan, kisah nyata yang heroik perjuangan Kadet Soewoko tersebut terjadi pada hari Minggu, 9 Maret 1949 menjelang siang. Ketika sedang beristirahat di sebuah langgar di Desa/Kecamatan Laren, regu Kadet Soewoko mendapat laporan penduduk kalau ada truk tentara Belanda yang terperosok di parit wilayah Desa Parengan (dulu masuk Kecamatan Sekaran, sekarang masuk Kecamatan Maduran). Truk tersebut mengangkut 12 serdadu Belanda.


Saat itu anggota regu Soewoko berjumlah delapan orang, namun hanya memiliki 7 senjata api peninggalan Jepang. Mereka kemudian sepakat akan menyerang tentara Belanda tersebut. Satu anggotanya bernama Soemarto ditinggal karena jumlah senjata hanya tujuh.


Regu Soewoko kemudian naik perahu dan menyusuri tangkis Bengawan Solo sebelah utara menuju lokasi serdadu Belanda yang kemudian diketahui dari pasukan gajah merah. Para Belanda tersebut melepas bajunya dan hanya memakai halsduk (kacu leher) warna merah.


Regu Soewoko kemudian merayap melewati kebun bengkowang mendekati lokasi Belanda yang berada di tempat terbuka di tengah sawah tersebut. Mereka sepakat akan menyerang dengan tembakan salvo kalau sudah sampai jarak tembak yang tepat.


Begitu mendekati sasaran tembak, tiba-tiba datang truk power wagon berisi penuh serdadu Belanda untuk membantu truk yang terperosok parit itu. Sehingga kekuatan Belanda menjadi berlipat sekitar 37 orang.


Meski kekuatan lawan berlipat, ternyata regu Soewoko tidak nyiut nyalinya. Mereka tetap melakukan serangan gencar. Beberapa serdadu Belanda langsung terjungkal ditembak regu Soewoko.


Serdadu Belanda panik dan melakukan perlawanan memakai senjata yang lebih lengkap dan modern. Regu Soewoko menjadi terdesak. Mereka kemudian berencana mundur. Tetapi upaya tersebut tidak bisa dilakukan, karena diam-diam sebagian serdadu Belanda melakukan taktik penghadangan dengan bergerak memutar ke belakang regu Soewoko. Merasa terkepung, Soewoko memutuskan menerobos kepungan musuh meuju Desa Gumantuk Kecamatan Sekaran.


Dua orang anggota regu berhasil menerobos kepungan musuh, satu orang pura-pura mati dan nahas bagi Soewoko yang tertembak kedua bahunya dan tergeletak tidak mampu melakukan perlawanan.


Beberapa serdadu Belanda kemudian mendekati dan menanyakan namanya dengan bentakan. Soewoko pada saat itu mengaku bernama Soewignyo. Dia kemudian diajak ikut ke pos Belanda di Sukodadi tetapi tidak mau. Dia bahkan berkata ''Saya tidak mau menyerah, bunuh saya..!. Serdadu Belanda marah, kemudian menusuk dada kiri Soewoko dan ditembak pipinya sehingga langsung gugur. Dia bersama tiga anggota regunya yang lain yang gugur dalam pertempuran itu langsung dimakamkan oleh warga setempat di desa itu tanpa dimandikan karena dinilai mati syahid. Adegan heroik itu disaksikan anggota regunya yang pura-pura meninggal. Jenazah Kadet Soewoko bersama tiga temannya tersebut kemudian dipindah ke taman makam pahlawan Kusuma Bangsa Lamongan.


Kisah heroik Kadet Soewoko tersebut kemudian diabadikan dengan dibangunnya patung Kadet Soewoko pada 1975 dan kata-katanya terakhir juga dipahatkan di patung tersebut. Patung itu terletak di pintu masuk Kota Lamongan sebelah timur. Salah satu jalan protokol di Kota Lamongan juga diberi nama Jalan Soewoko. ''Empat anggota regu Kadet Soewoko yang yang masih hidup, kemudian bertugas ke luar Lamongan, ada yang di Bandung, Jakarta, dan Malang,'' kata Pasi Teritorial Kodim 0812 Lamongan, Kapten Arh GN Putu Ardana.


Wajah Kadet Soewoko ternyata kemudian juga menjadi inspirasi logo group suporter Bonekmania Persebaya Surabaya dan LA Mania Persela Lamongan. Kalau Bonekmania memakai ikat kepala, sedangkan untuk LA Mania memakai blangkon. ''Logo Bonekmania dan LA Mania tersebut dibuat oleh warga Lamongan bernama Ridwan, warga keset dekat patung Kadet Soewoko. Gambarnya sebagai pemenang dalam lomba pembuatan logo bonekmania yang digelar Jawa Pos sekitar 1986, begitu pula dengan LA Mania. Dia membuat gambar logo tersebut memakai inspirasi wajah patung Kadet Soewoko tersebut,'' ungkap ketua LA Mania, Ainy Hidayat.


Dayat menambahkan, dulu setiap tahun digelar napak tilas Jadet Soewoko setiap menjelang 17 Agustus, tetapi sayang, sejak 1992 kegiatan tersebut tidak pernah digelar lagi.


sumber;http://www.bluefame.com/index.php?showtopic=340927

PASUKAN ELITE-KHUSUS DI INDONESIA II

3. REGU PANDU TEMPUR




Regu Pandu Tempur dahulunya bernama Regu Penyelidikan Lapangan Marinir. Anggota Regu Pandu Marinir terdiri dari Bintara dan Tamtama Marinir yang lulus seleksi yang cukup ketat di masing-masing Batalyon meliputi intelijensi, mental dan juga fisik. Mereka berlatih di Puslatpur Marinir Antralina, Sukabumi, Jawa Barat.


Selama satu minggu para peserta latihan telah melaksanakan beberapa problem medan tempur, seperti: Taktik Operasi Darat meliputi Patroli Penyelidik, Patroli Tempur dan juga kontak drill. Selain itu, mereka juga telah melaksanakan materi PBP (Peraturan Bertempur Perorangan) yang meliputi merayap, merangkak, berguling, lempar granat, serta lempar pisau dan kapak. Pengetahuan medan seperti: IMMP (Ilmu Medan Membaca Peta) & GPS (Global Processing System) meliputi pengenalan tanda-tanda peta, penunjukan tempat/ koordinat, pembagian dan pemberian nomor peta topograpi.
Memasuki minggu kedua materi yang diajarkan meliputi materi samaran, perlindungan, melacak jejak, & montenering, ketrampilan menembak TTO/TTD & Runduk. Tidak ketinggalan Rupanpur Marinir dibekali pengetahuan khusus seperti pandu para, mobud, demolisi, sabotase, penculikan, ketahanan interogasi, dan escape (teknik meloloskan diri) serta problem Renang, Cross Country, Halang Rintang, dan Speed Mars.




4. BATALYON INTAI AMFIBI




Batalyon intai amfibi atau disingkat YonTaifib adalah satuan elit dalam Korps Marinir seperti halnya Kopassus dalam jajaran TNI Angkatan Darat. Dahulunya satuan ini dikenal dengan nama KIPAM (Komando Intai Para Amfibi). Untuk menjadi anggota YonTaifib, calon diseleksi dari prajurit marinir yang memenuhi persyaratan mental, fisik, kesehatan, dan telah berdinas aktif minimal dua tahun. Salah satu program latihan bagi siswa pendidikan intai amfibi, adalah berenang dalam kondisi tangan dan kaki terikat, sejauh 3 km. Dari satuan ini kemudian direkrut lagi prajurit terbaik untuk masuk kedalam Detasemen Jala Mengkara, pasukan elitnya TNI Angkatan Laut.


Sejarah
Sejak berdirinya KKO AL setiap penugasan dirasakan perlunya data-data intelejen, serta pasukan khusus yang terlatih dan mampu melaksanakan kegiatan khusus yang tidak dapat dikerjakan oleh satuan biasa dalam rangka keberhasilan tugas. Menjawab kebutuhan tersebut, pada tanggal 13 Maret 1961 berdasarkan Surat Keputusan (SK) Komandan KKO AL No.47/KP/KKO/1961 tanggal 13 Maret 1961, tentang pembentukan KIPAM. Pada tanggal 13 Maret 1961, KIPAM berdiri dibawah Yon Markas Posko Armatim - I, para perintis berdirinya KIPAM adalah Bapak Sumardi, Bapak Untung Suratman, Bapak Moelranto Wiryohuboyo, dan Bapak Ali Abdullah. Pada tanggal 25 Juli 1970 KIPAM berubah menjadi Yon lntai Para Amfibi. Tanggal 17 November 1971 Yon lntai Para Amfibi berubah menjadi Satuan lntai Amfibi, pada akhirnya berubah menjadi Batalyon lntai Amfibi atau disingkat Yon Taifib Mar dibawah Resimen Bantuan Tempur Korps Marinir. Seiring dengan perkembangan Korps Marinir dengan peresmian Pasmar I SK Kasal No. Skep/08/111/2001 tanggal 12 Maret 2001 tentang Yon Taifib Marinir tidak lagi dibawah Resimen Bantuan Tempur Korps Marinir (Menbanpurmar), akan tetapi langsung berada dibawah Pasmar. Melihat lingkup penugasan serta kemampuannya, akhirnya Taifib secara resmi disahkan menjadi Pasukan Khusus TNI AL. Hal ini sesuai dengan SK Kasal No. Skep/1857/XI/2003 tanggal 18 November 2003 tentang Pemberian Status Pasukan Khusus kepada Intai Amfibi Korps Marinir.


Tugas pokok
YonTaifib mempunyai tugas pokok membina dan menyediakan kekuatan serta membina kemampuan unsur-unsur amfibi maupun pengintaian darat serta tugas-tugas operasi khusus dalam rangka pelaksanaan operasi pendaratan amfibi, operasi oleh satuan tugas TNI AL atau tugas-tugas operasi lainnya.


Ciri prajurit Taifib
1. Didapatkan melalui seleksi yang ketat, berasal dari prajurit Marinir pilihan yang mempunyai kemampuan fisik prima, serta mempunyai tingkat psikologi standar Pasukan Khusus sesuai tuntutan.
2. Rasio pasukan Taifib selalu jauh lebih kecil dari pasukan biasa/reguler, karena dalam tugas-tugas khusus dituntut kecepatan, kerahasiaan yang tinggi, keakuratan, keuletan, disiplin lapangan serta keberhasilan tugas.
3. Dididik dengan ketat dan keras melalui beberapa tahap, dimana setiap tahapan yang dibuat untuk mengukur tingkat kesiapan siswa dan melanjutkan proses penggemblengan untuk menjadi calon prajurit Taifib
4. Dilatih secara khusus mengikuti program yang ketat dengan tingkat resiko yang tinggi. Hal tersebut tergambar dalam program berupa pembinaan yang keras, pembinaan mental dengan tingkat stressing yang tinggi, pembinaan berbagai keterampilan khusus yang dikondisikan seperti dalam tugas sebenarnya. Latihan-latihan tersebut meliputi kemampuan dalam aspek yang harus dilaksanakan, yaitu dilaut, darat dan udara.
5. Mempunyai kemampuan melaksanakan tugas secara berdiri sendiri, dari induk pasukan dalam artian mampu melaksanakan survival secara tim maupun perorangan, mampu beradaptasi dengan lingkungan sekitarnya dan mampu mengatasi tekanan mental didaerah penugasan, kemampuan infiltrasi dan eksfiltrasi ke atau dari daerah musuh melalui media, antara lain free fall dengan sistem HALO dan HAHO, STABO/SPIE , berenang, menyelam, serta salah satu kemampuan bawah air atau combat swimmer melalui peluncur torpedo kapal selam.


Perekrutan prajurit Taifib
1. Seleksi prajurit Taifib atas dasar sukarela dari prajurit korps marinir yang sudah mempunyai dasar tempur, yaitu pendidikan dasar kemiliteran, pendidikan keprajuritan marinir, pendidikan taktik operasi darat, pendidikan komando marinir, pendidikan menembak kualifikasi, pendidikan operasi amfibi termasuk raid amfibi, para dasar, penyelaman, dan free fall.
2. Seleksi calon siswa Taifib sangat ketat dan keras meliputi seleksi kesehatan dengan stakes I, semapta baik, berenang, psikologi, standar psikologi pasukan khusus.


Latihan prajurit Taifib


Medan latihan aspek laut meliputi selam kedalaman, selam tempur, infiltrasi bawah air, demolisi bawah air, sabotase bawah air, selam SAR, renang jarak sedang sampai dengan jarak jauh dan pengintaian hidrografi menggunakan daerah latihan pantai Pasir Putih, pantai Gatel dan pantai Banongan, adapun untuk materi menembus gelombang menggunakan daerah latihan pantai selatan yang tinggi gelombangnya mencapai rata-rata sampai dengan sepuluh meter yaitu pantai Lampon, pantai Rajeg Wesi dan sekitarnya. Kemampuan berenang di laut dengan jarak jauh yang merupakan persyaratan siswa Taifib adalah menyeberangi teluk Poncomoyo sejauh ± 12 km/7 mil. Disini para siswa Taifib dihadapkan pada kondisi laut yang mempunyai arus kuat dan gelombang yang tinggi serta jarak yang jauh dengan batas waktu yang ditentukan.


Medan latihan SAR dilaksanakan di daerah Karangtekok, Pasir Putih, G. Ringgit dan sekitarnya dengan materi latihan pencarian korban di laut, hutan, jurang, teknik evakuasi korban di darat dan aut, penyiapan HLZ, penyelamatan korban yang masih hidup, P3K atau kesehatan lapangan terbatas, disini para siswa Taifib harus mempunyai kemampuan rappeling, helly water jump, IMMP (ilmu medan membaca peta) dan P3K serta kesiapan fisik yang prima.


Aspek Udara menggunakan daerah latihan Juanda, Pasuruan, Ujung dan sekitarnya. Materi latihan yang dilaksanakan meliputi: rappeling, mobud, stabo/SPIE, helly pater jump, pandu para, air supply, para dasar, free fall, terjun statick/free fall laut, terjun diatas simulator kapal, terjun tempur statick malam hari, terjun tempur free fall malam hari dan rubber duck operation.


Pada pendidikan tahap lanjutan, materi latihan operasi gerilya dan anti gerilya (GAG) dengan metode satu pihak dikendalikan dan dipraktekkan bagaimana peran para siswa Taifib dalam melaksanakan operasi GAG yang dikondisikan seperti penugasan TNI yang berada didaerah konflik, diharapkan para siswa ada kesiapan yang baik pada saat dihadapakan pada operasi gerilya yang banyak diterapkan didaerah konflik/daerah operasi. Kemampuan sabotase terhadap sasaran-sasaran vital musuh serta kemampuan penculikan dan pembebasan VVIP, dimana tingkat stressing siswa diberikan pada setiap kesempatan, dan disini para siswa teruji saat praktek operasi gerilya dan anti gerilya.


Untuk eksfitrasi lintas darat, para siswa Taifib harus melaksanakan materi latihan lintas medan (Limed) selama tujuh hari yang harus ditempuh rata-rata 50 sampai dengan 60 km perhari, dihadapkan dengan berbagai medan yang sulit baik melintasi hutan, jurang, sungai, padang pasir, perkampungan penduduk dengan batas kemampuan dan keterampilan melaksanakan tugas dalam waktu yang ditentukan, diharapkan para siswa dapat memupuk rasa kerjasama, setiakawan dan kebersamaan.


Materi latihan pengintaian dilaksanakan untuk mendapatkan informasi musuh dan mencari sasaran strategis musuh. Para siswa Taifib melaksanakan patroli jarak jauh dan masuk menusuk daerah musuh dengan resiko yang tinggi. Para siswa dihadapkan pada kesiapan fisik, taktik dan kondisi yang berbahaya serta kejenuhan, untuk mendapatkan data intelijen dalam rangka mendukung satuan atas yang harus dilaporkan sebelum satuan yang lebih besar melaksanakan serangan secara umum.


Pada materi khusus, yaitu tawanan perang (POW) siswa Taifib dikondisikan dalam kekuasaan musuh untuk di interogasi dimana musuh ingin mengetahui kekuatan dan disposisi pasukan yang lebih besar, para siswa mendapatkan tekanan baik fisik maupun mental yang sangat berat, diharapkan kesiapan para siswa Taifib mempunyai bekal mental yang cukup apabila harus ditawan oleh musuh dengan berbagai tekanan pasukan lawan untuk tetap dapat memegang rahasia dengan baik dan tidak merugikan pasukan yang lebih besar sekalipun harus mati ditangan musuh. Dalam upaya meloloskan diri dari tawanan musuh, para siswa diajarkan bagaimana teknik meloloskan diri apabila melintas diperairan (sungai), yaitu berenang dengan kaki dan tangan terikat yang dalam istilah materi pelajaran drown proffing.


Untuk latihan infiltrasi ke daerah lawan, dilaksanakan cast dengan kapal cepat dengan kecepatan diatas 20 knot dan recovery dengan batas waktu yang sudah direncanakan secara akurat.


YonTaifib saat ini
Saat ini Yontaifib berkekuatan dua batalyon yang masing-masing berada dalam komando Pasmar I dan Pasmar II .



5. DETASEMEN JALA MENGKARA


Markas Mako Korps Marinir, Cilandak, Jakarta Selatan
Kekuatan 200-an orang
Persenjataan Minimi 5,56 mm, g36, HK416, SS-1, CZ-58, Styer AUG, SS-2, HK 53, UZI, SPR-1 MP5, Beretta 9 mm, SIG-Sauer 9 mm
Spesialis Antibajak kapal laut, segala bentuk teror aspek laut, sabotase, intelijen & kontra-intelijen
Dibentuk 13 November 1984

Detasemen Jala Mangkara (disingkat Denjaka) adalah sebuah detasemen pasukan khusus TNI Angkatan Laut. Denjaka adalah satuan gabungan antara personel Kopaska dan Taifib Korps Marinir TNI-AL. Anggota Denjaka dididik di Bumi Marinir Cilandak dan harus menyelesaikan suatu pendidikan yang disebut PTAL (Penanggulangan Teror Aspek Laut). Lama pendidikan ini adalah 6 bulan. Intinya Denjaka memang dikhususkan untuk satuan anti teror walaupun mereka juga bisa dioperasikan di mana saja terutama anti teror aspek laut. Denjaka dibentuk berdasarkan instruksi Panglima TNI kepada Komandan Korps Marinir No Isn.01/P/IV/1984 tanggal 13 November 1984. Denjaka memiliki tugas pokok membina kemampuan antiteror dan antisabotase di laut dan di daerah pantai serta kemampuan klandestin aspek laut.

Sejarah Pasukan Khusus AL

Pada tanggal 4 November 1982, KSAL membentuk organisasi tugas dengan nama Pasukan Khusus AL (Pasusla). Keberadaan Pasusla didesak oleh kebutuhan akan adanya pasukan khusus TNI AL guna menanggulangi segala bentuk ancaman aspek laut. Seperti terorisme, sabotase, dan ancaman lainnya.

Pada tahap pertama, direkrut 70 personel dari Batalyon Intai Amfibi (Taifib) dan Korps Pasukan Katak (Kopaska). Komando dan pengendalian pembinaan di bawah Panglima Armada Barat dengan asistensi Komandan Korps Marinir. KSAL bertindak selaku pengendali operasional. Markas ditetapkan di Mako Armabar.

Detasemen Jala Mengkara
Melihat perkembangan dan kebutuhan satuan khusus ini, KSAL menyurati Panglima TNI yang isinya berkisar keinginan membentuk Detasemen Jala Mangkara. Panglima ABRI menyetujui dan sejak itu (13 November 1984), Denjaka menjadi satuan Antiteror Aspek Laut. Merunut keputusan KSAL, Denjaka adalah komando pelaksana Korps Marinir yang mempunyai tugas pokok melaksanakan pembinaan kemampuan dan kekuatan dalam rangka melaksanakan operasi antiteror, antisabotase, dan klandesten aspek laut atas perintah Panglima TNI.[1]
Pola rekrutmen Denjaka dimulai sejak pendidikan para dan komando. Selangkah sebelum masuk ke Denjaka, prajurit terpilih mesti sudah berkualifikasi Intai Amfibi. Dalam menjalankan aksinya, satuan khusus ini dapat digerakkan menuju sasaran baik lewat permukaan/bawah laut maupun lewat udara. TNI AL masih memiliki satu pasukan khusus lagi, yaitu Komando Pasukan Katak (Kopaska). Kedua satuan pernah beberapa kali melakukan latihan gabungan dengan US Navy SEAL.[1]

Organisasi satuan
Denjaka terdiri dari satu markas detasemen, satu tim markas, satu tim teknik dan tiga tim tempur. Sebagai unsur pelaksana, prajurit Denjaka ditutut memiliki kesiapan operasional mobilitas kecepatan, kerahasiaan dan pendadakan yang tertinggi serta medan operasi yang berupa kapal-kapal, instalasi lepas pantai dan daerah pantai. Disamping itu juga memiliki keterampilan mendekati sasaran melalui laut, bawah laut dan vertikal dari udara.

Pendidikan yang dilakukan

Kursus awal
Setiap prajurit Denjaka dibekali kursus penanggulangan antiteror aspek laut yang bermaterikan:
• Intelijen,
• Taktik dan teknik anti-teror, dan anti-sabotase,
• Dasar-dasar spesialisasi,
• Komando kelautan dan keparaan lanjutan
Kursus ini dilaksanakan setiap kurang lebih 5,5 bulan bertempat di Jakarta dan sekitarnya.

Kursus lanjutan
Dilanjutkan dengan materi pemeliharaan kecakapan dan peningkatan kemampuan kemahiran kualifikasi Taifib dan Paska, pemeliharaan dan peningkatan kemampuan menembak, lari dan berenang, peningkatan kemampuan bela diri, penguasaan taktis dan teknik penetrasi rahasia, darat, laut dan udara, penguasaan taktik dan teknik untuk merebut dan menguasai instalasi di laut, kapal, pelabuhan/pangkalan dan personel yang disandera di objek vital di laut, penguasaan taktik dan teknik operasi klandestin aspek laut, pengetahuan tentang terorisme dan sabotase, penjinakan bahan peledak, dan peningkatan kemampuan survival, pelolosan diri, pengendapan, dan ketahanan interogasi.

Persenjataan
Untuk mendukung operasi personel Denjaka dibekali antara lain submachine gun MP5, senapan mesin ringan Minimi 5.56 mm, serta pistol Beretta dan SIG Sauer 9 mm.


6. KOMANDO PASUKAN KATAK


Sejarah
Korps Pasukan Katak disingkat KOPASKA adalah pasukan khusus dari TNI Angkatan Laut. Semboyan dari korps ini adalah "Tan Hana Wighna Tan Sirna" yang berarti "tak ada halangan yang tak dapat dikalahkan". Korps ini secara resmi didirikan pada 31 Maret 1962 oleh Presiden Indonesia waktu itu Soekarno untuk membantunya dalam masalah Irian Jaya. Pasukan khusus ini sebenarnya sudah ada sejak 1954.

Bapak dari Kopaska adalah Kapten Pelaut Iskak dari sekolah pasukan katak angkatan laut di pangkalan angkatan laut Surabaya. Tugas utama dari pasukan ini adalah pengeboman bawah air termasuk penyerangan kapal dan pangkalan musuh, penghancuran instalasi bawah air, pengintaian, mempersiapkan pantai untuk operasi amfibi yang lebih besar serta antiteroris. Jika tidak sedang ditugaskan dalam suatu operasi, tim beranggotakan 7 orang ditugaskan menjadi pengawal pribadi VIP seperti presiden dan wakil presiden Indonesia.
Komando Pasukan Katak atau lebih dikenal dengan sebutan Kopaska didirikan 31 Maret 1962 oleh Presiden Sukarno untuk mendukung kampanye militer di Irian Jaya.

Kopaska berkekuatan 300 orang. Satu grup di Armada Barat di Jakarta, dan satu grup di Armada Timur di Surabaya. Tugas utama mereka adalah menyerbu kapal dan pangkalan musuh, menghancurkan instalasi bawah air, penyiapan perebutan pantai dan operasi pendaratan kekuatan amfibi.

Komando Pasukan Katak TNI-AL

Satuan Pasukan Katak Armada Barat (Satpaska Armabar)
1. Detasemen 1 Anti Teror
2. Detasemen 2 Operasi Khusus
3. Detasemen 3 SAR dan Combat Salvage
4. Detasemen 4 Operasi Ranjau/Mine Clearance
5. Detasemen 5 Penjinak bahan peledak/EOD (Expslosive Ordnance Disposal)
6. Detasemen 6 Special Boat Unit

Satuan Pasukan Katak Armada Timur (Satpaska Armatim)
1. Detasemen 1 Anti Teror
2. Detasemen 2 Operasi Khusus
3. Detasemen 3 SAR dan Combat Salvage
4. Detasemen 4 Operasi Ranjau/Mine Clearance
5. Detasemen 5 Penjinak bahan peledak/EOD (Expslosive Ordnance Disposal)
6. Detasemen 6 Special Boat Unit

Tugas "Manusia Katak" :

Tugas dalam Operasi Amphibi
o Beach Recconaisance
o Post Reconnaisance
o Beach Clearing
o Lead and put Beach shore navigation

Operasi Khusus
o Sabotase / Anti Sabotase
o Clandestein
o Salvage Combat
o Mine Clearance Ops
o Send and Pick up agent

Operasi Tambahan
o PAM VIP VVIP & Vital Obj
o Underwater Survey
o SAR
o Factual Information Gathering

Perekrutan
• Anggota TNI AL (kecuali Korps Marinir)
• Berdinas minimum 2 thn di KRI/Kapal Perang RI
• Lulus Kesamaptaan
• Lulus Tes Ketahanan Air
• Lulus Psikotest khusus
• Lulus Wawancara
• Secara sadar mengikuti tes dan pendidikan tanpa paksaan siapapun

Lama pendidikan 10 bulan

Tempat pendidikan
Di Sekolah Pasukan Katak TNI AL / SEPASKAL KODIKAL Surabaya (Sebelumnya adalah di SEKOLAH PENYELAMAN TNI AL / SESELAM PUSDIKOPSLA KODIKAL Surabaya)

Materi Pendidikan
• Akademik Paska
• Kepaskaan
• Dik Komando (telah melaksanakan sendiri, sebelumnya bergabung dengan Marinir)
• Terjun (Static dan AFF). Setelah melaksanakan terjun dasar mendarat di darat selanjutnya adalah spesialisasi kemampuan terjun ( statik & free fall) untuk mendarat di rig-rig lepas pantai dan laut.
• Inteligen Tempur
• Sabotase dan kontra sabotase
• Demolisi bawah air

Jumlah personel
untuk jumlah tidak pernah di ekspos karena pasukan ini mempunyai tingkat kerahasian yang tinggi dalam materi personil.


7. KORPS PASUKAN KHAS


Korps Pasukan Khas TNI Angkatan Udara (disingkat Korpaskhasau atau Paskhas atau sebutan lainnya adalah Baret Jingga), merupakan pasukan (khusus) yang dimiliki TNI-AU. Sama seperti satuan lainnya di TNI-AD dan TNI-AL, Paskhas merupakan satuan tempur darat berkemampuan tiga matra: laut, darat, udara. Hanya saja dalam operasi, tugas dan tanggungjawab, Paskhas lebih ditujukan untuk merebut dan mempertahankan pangkalan udara dari serangan musuh, untuk selanjutnya menyiapkan bagi pendaratan pesawat kawan. Kemampuan satu ini disebut Operasi Pembentukan dan Pengoperasian Pangkalan Udara Depan (OP3UD).

Motto Paskhas:
Karmaye Vadikaraste Mafalesu Kadacana,
artinya :
bekerja tanpa menghitung untung dan rugi

Sejarah
Penerjunan pasukan pertama kali

Gubernur Kalimantan Ir. Pangeran Muhammad Noor mengajukan permintaan kepada AURI agar mengirimkan pasukan payung ke Kalimantan untuk tugas : membentuk dan menyusun gerilyawan, membantu perjuangan rakyat di kalimantan, membuka stasiun radio induk untuk memungkinkan hubungan antara yogyakarta dan kalimantan, dan mengusahakan serta menyempurnakan daerah penerjunan (Dropping Zone) untuk penerjunan selanjutnya.

Tanggal 17 Oktober 1947, tiga belas orang anggota diterjunkan di Sambi, Kotawaringin Barat, Kalimantan Tengah. Mereka adalah : Harry Aryadi Sumantri, Iskandar, Sersan Mayor Kosasih, F.M.Suyoto, Bahrie, J.Bitak, C.Williem, Imanuel, Mika Amirudidn, Ali Akbar, M. Dahlan, J.H.Darius dan Marawi. Kesemuanya belum pernah mendapat pendidikan secara sempurna kecuali mendapatkan pelajaran teori dan latihan di darat (Ground Training). Pasukan ini dipimpin oleh Tjilik Riwut, seorang Mayor Angkatan Darat, yang berasal dari suku Dayak kelahiran Kasongan Katingan ( Kalteng saat ini). Dia diminta oleh AURI untuk memandu sekaligus memimpin pasukan tersebut. Atas jasa-jasanya Tjilik Riwut diangkat menjadi anggota AURI dan pensiun dengan pangkat Komodor Udara.

Peristiwa Penerjunan yang dilakukan oleh ke tiga belas prajurit AURI tersebut merupakan peristiwa yang menandai lahirnya satuan tempur pasukan khas TNI Angkatan Udara. Dan sesuai keputusan MEN/PANGAU No.54 Tahun 1967, tanggal 12 Oktober 1967. Bahwa tanggal 17 Oktober 1947 ditetapkan sebagai hari jadi Komando Pasukan Gerak Cepat (KOPASGAT) yang sekarang dikenal dengan Korps Pasukan Khas TNI Angkatan Udara (KORPASKHAS).

Perubahan organisasi pasukan

Dalam perjalanan sejarahnya organisasi Korpaskhas mengalami perubahan, berawal dari kebutuhan Badan Keamanan Rakyat Udara (BKRO) untuk melindungi pangkalan udara yang direbut dari tentara Jepang terhadap serangan tentara Belanda. Setelah Indonesia merdeka sekaligus konsolidasi BKRO dibentuklah organisasi darat yaitu Pasukan Pertahanan Pangkalan (PPP) yang masih bersifat lokal. Baru pada tahun 1950, PPP dipusatkan di Jakarta dengan sebutan Air Base Defence Troop (ABDT) membawahi 8 kompi PPP.

Pada tahun 1950 diadakan sekolah terjun payung di Lanud Andir dalam rangka mempersiapkan pembentukan pasukan PARA, hasil didik dari sekolah para inilah yang kemudian disusun kompi-kompi pasukan para. Setelah terbentuk kompi-kompi pasukan para, pada bulan Februari 1952 dibentuk Pasukan Gerak Tjepat (PGT) sehingga pada tahun 1952, Pasukan TNI AU terdiri dari PPP, PGT dan PSU (Penangkis Serangan Udara).

Dalam rangka pembebasan Irian Barat, sesuai perintah MEN/PANGAU dibentuk Resimen Tim Pertempuran Pasukan Gerak Tjepat (RTP PGT) yang melingkupi seluruh pasukan di atas.

KOPPAU
Dan tanggal 15 Oktober 1962 berdasarkan Keputusan MEN / PANGAU No. 159 dibentuk Komando Pertahanan Pangkalan Angkatan Udara (KOPPAU) yang terdiri dari markas Komando berkedudukan di Bandung, Resimen PPP di Jakarta dan Resimen PGT di Bandung. Resimen PPP membawahi 5 Batalyon masing-masing di Palembang, Banjarmasin, Makassar, Biak dan Jakarta sedangkan Resimen PGT membawahi 3 Batalyon masing-masing di Bogor, Bandung dan Jakarta.

KOPASGAT
Bedasarkan hasil seminar pasukan di Bandung pada tanggal 11 s.d. 16 April 1966, sesuai dengan Keputusan MEN/PANGAU No. 45 Tahun 1966, tanggal 17 Mei 1966, KOPPAU disahkan menjadi Komando Pasukan Gerak Tjepat (KOPASGAT) yang terdiri dari 3 Resimen :

Resimen I Pasgat di Bandung, membawahi :
1. Batalyon A Pasgat di Bogor
2. Batalyon B Pasgat di Bandung

Resimen II Pasgat di Jakarta, membawahi :
1. Batalyon A Pasgat di Jakarta
2. Batalyon B Pasgat di Jakarta
3. Batalyon C Pasgat di Medan
4. Batalyon D Pasgat di Banjarmasin

Resimen III Pasgat di Surabaya, membawahi :
1. Batalyon A Pasgat di Makassar
2. Batalyon B Pasgat di Madiun
3. Batalyon C Pasgat di Surabaya
4. Batalyon D Pasgat di Biak
5. Batalyon E Pasgat di Yogyakarta

Selanjutnya bedasarkan Keputusan KASAU No. 57 Tanggal 1 Juli 1970, Resimen diganti menjadi WING.

PUSPASKHASAU
Sejalan dengan dinamika penyempurnaan organisasi dan pemantapan satuan-satuan TNI, maka berdasarkan Keputusan KASAU No. Kep/22/III/ 1985 tanggal 11 Maret 1985, Kopasgat berubah menjadi Pusat Pasukan Khas TNI Angkatan Udara (PUSPASKHASAU).

KORPASKHASAU
Seiring dengan penyempurnaan organisasi TNI dan TNI Angkatan Udara, maka tanggal 17 Juli 1997 sesuai Skep PANGAB No. SKEP/09/VII/1997, status Puspaskhas ditingkatkan dari Badan Pelaksana Pusat menjadi Komando Utama Pembinaan (Kotamabin) sehingga sebutan PUSPASKHAS berubah menjadi Korps Pasukan Khas TNI AU (KORPASKHASAU).

Organisasi pasukan
Setelah berubah status menjadi Kotamabin berdasarkan Surat Keputusan Kepala Staf TNI Angkatan Udara No. SKEP/73/III/1999 tanggal 24 Maret 1999, Korpaskhas membawahi WING Paskhas (WING I, WING II, WING III), Detasemen Bravo Paskhas (Den Bravo Paskhas) dan Detasemen Kawal Protokol Paskhas

Struktur pasukan
A. Wing 1/Hardha Maruta di Bandara Halim Perdanakusuma, Jakarta, membawahi :
1. Skadron 461/Cakra Bhaskara (Bandara Halim Perdanakusuma, Jakarta)
2. Skadron 462/Pulanggeni (Bandara Husein Sastranegara, Bandung)
3. Skadron 465/Brajamusti (Bandara Halim Perdanakusuma, Jakarta)
4. Flight A Paskhas Berdiri Sendiri di Bandara Polonia, Medan.
5. Flight B Paskhas BS di Bandara Sultan Syarif Kasim II, Pekan Baru, Riau.
6. Flight C Paskhas BS di Bandara Atang Sanjaya, Bogor.
7. Flight D Paskhas BS di Bandara El Tari, Kupang.

B. Wing 2 Paskhas di Bandara Abdul Rachman Saleh, Malang, membawahi :
1. Skadron 463 Paskhas di Bandara Iswahyudi, Madiun
2. Skadron 464/Nanggala Paskhas di Bandara Abdul Rachman Saleh, Malang
3. Skadron 466 Paskhas di Bandara Hasanuddin, Makasar
4. Flight E Paskhas BS Bandara Adi Sucipto, Yogyakarta
5. Flight F Paskhas BS (Bandara Manuhua, Biak) .

C. Wing 3 Paskhas / Pendidikan dan Latihan di Lanud Sulaiman, Kabupaten Bandung.
D. Den Bravo Paskhas di Lanud Sulaiman, Kabupaten Bandung.
E. Den Walkol Paskhas di Bandara Halim Perdanakusuma, Jakarta.

Kekuatan pasukan
Paskhas saat ini berkekuatan 3.000 personel. Terbatasnya dukungan dana dari pemerintah memang jadi kendala untuk memodernisasi Paskhas. Dari segi persenjataan saja, prajurit Paskhas hanya mengandalkan persenjataam seperti senapan serbu SS-1 dan senapan mesin ringan Scorpion sebagai perlengkapan unit anti teroris Detasemen Bravo.

Namun begitu, rencana mengembangkan Paskhas menjadi 10 Skadron dengan jumlah personel dua kali lipat dari sekarang, tetap menjadi 'energi' bagi Paskhas untuk terus membenahi diri. Setidaknya sampai saat ini, pola penempatan Paskhas masih mengikuti pola penggelaran alutsista TNI AU, dalam hal ini pesawat terbang. Dengan kata lain, di mana ada skadron udara, di situ (idealnya) mesti ada skadron Paskhas sebagai unit pengamanan pangkalan.

Flight B Pasukan Khas Berdiri Sendiri
Flight B Paskhas TNI-AU adalah salah satu Flight Paskhas TNI-AU. Flight B Paskhas TNI-AU diresmikan pada 26 April 2005. Flight B Paskhas TNI-AU bertugas di Lanud Suryadarma, Kalijati-Subang, Jawa Barat. Flight B Paskhas TNI-AU beranggota 151 personel.

Flight C Pasukan Khas Berdiri Sendiri
Flight C Paskhas TNI-AU adalah salah satu Flight Paskhas TNI-AU. Flight C Paskhas TNI-AU bertugas di Lanud Atang Sendjaja. Flight Baret Jingga itu berada dalam Komando Wing I Korpaskhasau yang bermarkas di Lanud Halim Perdanakusuma, Jakarta.

Flight D Pasukan Khas Berdiri Sendiri
Flight D Paskhas BS (Berdiri Sendiri) adalah salah satu dari Flight Paskhas TNI-AU yang bermarkas di Lanud El Tari, Kupang, Nusa Tenggara Timur.
Flight D Paskhas BS (Berdiri Sendiri) Lanud El Tari, Kupang, Nusa Tenggara Timur diresmikan oleh Komandan Korpaskhas (Dankorpaskhas) TNI AU Marsekal Pertama TNI Putu Sulatra pada tanggal 6 April 2005 di Lanud El Tari.
Sebelumnya Flight D Paskhas BS ini merupakan unit satuan di pangkalan udara Pontianak. Flight "D" Paskhas BS di Lanud Eltari ini berkekuatan 175 personel dengan komandan flight-nya adalah Kapten Agus Triono.
Pada tanggal 20 November 2006, dilakukan serah terima Komandan Flight D Paskhas BD dari Kapten (Psk) Agus Triono kepada Kapten (Psk) Isbudiarto di Lapangan Skadron 464 Paskhas di Malang.



8. DETASEMEN BRAVO 90

Markas Mako Korpaskhasau Lanud Margahayu, Bandung
Kekuatan 124 orang
Persenjataan Glock 17, Glock 19, SIg Sauer P226, Benelli M4 Super 90, H&K MP5SD3, H&K MP5K-PDW, Colt M16A4, SIg SG552, SIG SSG-3000, SIG SHR-970, PGM HECATE II, SAR-21, Colt M4A1, Steyr AUG A1/A2
Spesialis Pengamanan alutsista udara, anti-bajak pesawat, intelijen & kontra-intelijen
Dibentuk 1990

Detasemen Bravo 90 (disingkat Den Bravo-90) terbilang pasukan khusus Indonesia yang paling muda pembentukannya. Baru dibentuk secara terbatas di lingkungan Korps Pasukan Khas TNI-AU pada 1990, Bravo berarti yang terbaik. Konsep pembentukannya merujuk kepada pemikiran Jenderal Guilio Douchet: Lebih mudah dan lebih efektif menghancurkan kekuatan udara lawan dengan cara menghancurkan pangkalan/instalasi serta alutsista-nya di darat daripada harus bertempur di udara.

Pembentukan
Dari dasar ini, Bravo 90 diarahkan menjalankan tugas intelijen dalam rangka mendukung operasi udara, menetralisir semua potensi kekuatan udara lawan serta melaksanakan operasi-operasi khusus sesuai kebijakan Panglima TNI. Saat dibentuk, Bravo diperkuat 34 prajurit;¬ 1 perwira, 3 bintara, 30 tamtama. Entah kenapa, sejak dibentuk hingga akhir 1990-an, hampir tak pernah terdengar nama Bravo. Dalam masa "vakum" itu, anggotanya dilebur ke dalam Satuan Demonstrasi dan Latihan (Satdemolat) Depodiklat Paskhas. Baru pada 9 September 1999, dilaksanakan upacara pengukuhan Detasemen Bravo dengan penyerahan tongkat komando.

Pelatihan
Prajurit Bravo diambil dari prajurit para-komando terbaik. Setiap angkatan direkrut 5-10 orang. Untuk mengasah kemampuan antiteror, latihan dilakukan di pusat latihan serbuan pesawat GMF Sat-81 Gultor, latihan infiltrasi laut dalam rangkan penyerbuan pangkalan udara lepas pantai di pusat latihan Denjaka, latihan UDT (under water demolition) di sarana latihan Kopaska, serta latihan penjinakan bahan peledak di Pusdikzi Gegana, Polri.

9. BRIGADE MOBIL


Brigade Mobil atau sering disingkat Brimob adalah unit (korps) tertua di dalam Kepolisian Republik Indonesia (Polri) karena mengawali pembentukan kepolisian Indonesia di tahun 1945. Korps ini dikenal sebagai Korps Baret Biru.

Brimob termasuk satuan elit dalam jajaran kesatuan Polri, Brimob juga juga tergolong ke dalam sebuah unit paramiliter ditinjau dari tanggung jawab dan lingkup tugas kepolisian.

Sejarah
Brimob pertama-tama terbentuk dengan nama Pasukan Polisi Istimewa. Kesatuan ini pada mulanya diberikan tugas untuk melucuti senjata tentara Jepang, melindungi kepala negara, dan mempertahankan ibukota. Brimob turut berjuang dalam pertempuran 10 November 1945 di Surabaya. Di bawah pimpinan Inspektur Polisi I Moehammad Jasin, Pasukan Polisi Istimewa ini memelopori pecahnya pertempuran 10 November melawan Tentara Sekutu.

Beralih menjadi Mobrig
Pada 14 November 1946 Perdana Menteri Sutan Sjahrir membentuk Mobile Brigade (Mobrig) sebagai ganti Pasukan Polisi Istimewa. Tanggal ini ditetapkan sebagai hari jadi Korps Baret Biru. Pembentukan Mobrig ini dimaksudkan Sjahrir sebagai perangkat politik untuk menghadapi tekanan politik dari tentara dan sebagai pelindung terhadap kudeta yang melibatkan satuan-satuan militer. Di kemudian hari korps ini menjadi rebutan antara pihak polisi dan militer.

Menghadapi gerakan separatis
Pada 1 Agustus 1947, Mobrig dijadikan satuan militer. Dalam kapasitasnya ini, Mobrig terlibat dalam mwenghadapi berbagai gejolak di dalam negeri. Pada tahun 1948, di bawah pimpinan Moehammad Jasin dan Inspektur Polisi II Imam Bachri bersama pasukan TNI berhasil menumpas pelaku Peristiwa Madiun di Madiun dan Blitar Selatan dalam Operasi Trisula. Mobrig juga dikerahkan dalam menghadapi gerakan separatis DI/TII di Jawa Barat yang dipimpin oleh S.M. Kartosuwiryo dan di Sulawesi Selatan dan Aceh yang dipimpin oleh Kahar Muzakar dan Daud Beureueh.

Pada awal tahun 1950 pasukan Angkatan Perang Ratu Adil (APRA) yang dipimpin Kapten Raymond Westerling menyerbu kota Bandung. Untuk menghadapinya, empat kompi Mobrig dikirim untuk menumpasnya.

Mobrig bersama pasukan TNI juga dikerahkan pada April 1950 ketika Andi Azis beserta pengikutnya dinyatakan sebagai pemberontak di Sulawesi Selatan. Kemudian ketika Dr. Soumokil memproklamirkan berdirinya RMS pada 23 April 1950, kompi-kompi tempur Mobrig kembali ditugasi menumpasnya.
P
ada tahun 1953, Mobrig juga dikerahkan di Kalimantan Selatan untuk memadamkan pemberontakan rakyat yang dipimpin oleh Ibnu Hajar. Ketika Pemerintah Revolusioner Republik Indonesia (PRRI) diumumkan pada 15 Februari 1958 dengan Syafruddin Prawiranegara sebagai tokohnya, pemerintah pusat menggelar Operasi Tegas, Operasi Saptamarga dan Operasi 17 Agustus dengan mengerahkan Mobrig dan melalui pasukan-pasukan tempurnya yang lain. Batalyon Mobrig bersama pasukan-pasukan TNI berhasil mengatasi gerakan koreksi PRRI di Sumatera Utara, Sumatera Barat, Sumatera Timur, Riau dan Bengkulu.

Dalam Operasi Mena pada 11 Maret 1958 beberapa kompi tempur Mobrig melakukan serangan ke kubu-kubu pertahanan Permesta di Sulawesi Tengah dan Maluku.


Berganti nama menjadi Brimob
Pada 14 November 1961 bersamaan dengan diterimanya Pataka Nugraha Sakanti Yana Utama, satuan Mobrig berubah menjadi Korps Brigade Mobil (Korps Brimob).

Brimob pernah terlibat dalam beberapa peristiwa penting seperti Konfrontasi dengan Malaysia tahun 1963 dan aneksasi Timor Timur tahun 1975. Brimob sampai sekarang ini kira-kira berkekuatan 30.000 personil, ditempatkan di bawah kewenangan Kepolisian Daerah masing-masing provinsi.

Di tahun 1981 Brimob membentuk sub unit baru yang disebut unit Penjinak Bahan Peledak (Jihandak).
Semenjak tahun 1992 Brimob pada dasarnya adalah organisasi militer para yang dilatih dan diorganisasikan dalam kesatuan-kesatuan militer. Brimob memiliki kekuatan sekitar 12.000 personel. Brigade ini fungsi utamanya adalah sebagai korps elite untuk menanggulangi situasi darurat, yakni membantu tugas kepolisian kewilayahan dan menangani kejahatan dengan tingkat intensitas tinggi yang menggunakan senjata api dan bahan peledak dalam operasi yang membutuhkan aksi yang cepat. Mereka diterjunkan dalam operasi pertahanan dan keamanan domestik, dan telah dilengkapi dengan perlengkapan anti huru-hara khusus. Mereka telah dilatih khusus untuk menangani demonstrasi massa. Semenjak huru-hara yang terjadi pada bulan Mei 1998,

Pasukan Anti Huru-Hara (PHH) kini telah menerima latihan anti huru-hara khusus.Dan terus menerus melakukan pembaharuan dalam bidang materi pelaksanaan Pasukan Huru-Hara(PHH).

Beberapa elemen dari Brimob juga telah dilatih untuk melakukan operasi lintas udara. Dan juga sekarang sudah melakukan pelatiahan SAR(Search And Rescue)

Brimob dalam peristiwa

Pendaratan di Irian Barat
Korps Brimob Polri mempesiapkan sejumlah Resimen Tim Pertempuran (RTP)di pulau-pulau di Provinsi Maluku yang terdekat dengan Irian Barat sebagai respon atas perintah Presiden Soekarno untuk merebut Irian Barat dari tangan Belanda. Perintah Bung Karno itu dikenal sebagai Tri Komando Rakyat (Trikora). Dalam operasi ini Korps Brimob bergabung dalam Komando Mandala pimpinan Mayjen Soeharto. Satu tim Brimob pimpinan Hudaya Sumarya berhasil mendarat di Fak-Fak Irian Barat menggunakan sebuah speedboat. Dari Fak-Fak pasukan ini menusuk masuk ke pedalaman Irian Barat untuk mengibarkan Sang Saka Merah Putih. Dalam operasi ini mereka berhasil melakukan infiltrasi, sabotase terhadap instalasi tentara Belanda. Bahkan mereka juga berhasil membebaskan beberapa anggota RPKAD dan PGT yang ditangkap musuh ketika diterjunkan di daratan Irian Barat.
Peristiwa G-30-S

Pada hari-hari setelah peristiwa G-30-S, Brimob tetap netral. Hal ini membingungkan banyak pihak, karena pada September 1965 Brimob adalah unsur yang sangat dekat dengan Amerika. Karena sikap ini, sebagian pengamat menganggap Brimob sebagai unsur yang setia kepada Presiden Soekarno.
Timor Timur

Pada pembebasan Timor Timur tahun 1975 Brimob membentuk satu detasemen khusus untuk bergabung dalam Operasi Seroja, bergabungan dengan pasukan ABRI lainnya. Detesemen khusus ini diberinama Detasemen Khusus (Densus) Alap-alap. Personil Densus Alap-alat terdiri dari mantan anggota Menpor (Resimen Pelopor). Resimen Pelopor merupakan kesatuan khusus Brimob, yang berkualifikasi Ranger. Resimen ini dibubarkan tahun 1974 setelah ikut malang melintang dalam beberapa operasi pertempuran, di antaranya dalam Operasi Trikora di Irian Barat dan Dwikora atau Ganyang Malaysia. Densus Alap-alap bertugas sebagai pasukan pendahulu (pengintai) sekaligus penghancur pertahanan Fretilin di garis depan bersama Kopassus. Densus Alap-alap ini dibagi dalam tim-tim kecil yang merupakan tim gabungan TNI/Polri. Keterlibatan Densus Alap-alap ini tidak pernah diekspose secara terbuka ke media massa maupun dalam laporan resmi. Personelnya disusupkan ke dalam batalion-batalion infanteri TNI-AD ketika pemberangkatan ke Timor-Timur. Di antarannya disusupkan dalam Batalion Infanteri dari Kodam Brawijaya pimpinan Letkol Inf. Basofi Sudirman.



10. GEGANA

Gegana adalah bagian dari Kepolisian Indonesia (Polri). Pasukan ini mulai ada sejak tahun 1976, meski ketika itu baru berupa detasemen. Baru pada tahun 1995, dengan adanya pengembangan validasi Brimob bahwa kesatuan ini harus memiliki resimen, Detasemen Gegana lalu ditingkatkan menjadi satu resimen tersendiri, yakni Resimen II Brimob yang sekarang berubah nama Sat I Gegana(2003). Tugas utama Gegana ada tiga: mengatasi teror, SAR dan jihandak (penjinakan bahan peledak).

Secara umum, hampir semua anggota Gegana mampu melaksanakan ketiga tugas utama tersebut. Namun, kemampuan khusus yang lebih tinggi hanya dimiliki oleh orang-orang tertentu. Gegana tidak memiliki Batalyon atau pun Kompi. Kesatuan yang lebih kecil dari resimen adalah detasemen. Setelah itu subden dan yang paling kecil adalah unit. Satu unit biasanya terdiri dari 10 orang. Satu subden 40 orang, dan satu detasemen beranggotakan 280-an orang.

Satu operasi biasanya dilakukan oleh satu unit. Karena itu, dari sepuluh personel dalam satu unit tersebut, harus ada enam orang yang memiliki kemampuan khusus. Masing-masing: dua orang memiliki kemampuan khusus yang lebih tinggi di bidang jihandak, dua orang di bidang SAR dan dua lagi ahli teror. Kedua orang itu disebut operator satu dan operator dua. Yang lainnya mendukung.

Misalnya untuk teror: operatornya harus memiliki keahlian menembak jitu, harus memiliki kemampuan negosiasi, ahli dalam penggebrekan dan penangkapan. Namun semuanya tidak untuk mematikan. Sebab setiap operasi Gegana pertama-tama adalah berusaha untuk menangkap tersangka dan menyeretnya ke pengadilan. Kecuali dalam keadaan terpaksa, yang mengancam jiwa orang yang diteror, barulah terpaksa ada penembakan. Sementara untuk SAR, dituntut memiliki kemampuan dasar seperti menyelam, repling, jumping, menembak, juga P3K.

Demikian pula, operator jihandak harus memiliki keahlian khusus di bidangnya. Setiap anggota Gegana secara umum memang sudah diperkenalkan terhadap bom. Ada prosedur-prosedur tertentu yang berbeda untuk menangani setiap jenis bom, termasuk waktu yang dibutuhkan. Kepada anggota Gegana jenis-jenis bom tersebut dan cara-cara menjinakkannya, termasuk risiko-risikonya, sudah dijelaskan.

Gegana baru punya tiga kendaraan taktis EOD (explosive ordinance disposal) yang sudah lengkap dengan alat peralatan. Padahal seharusnya, setiap unit memiliki satu kendaraan taktis. Selain di Gegana, kendaraan EOD masing-masing satu unit ada di Polda Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur. Jadi se-Indonesia baru ada enam unit.

Komando tertinggi setiap operasi Gegana langsung berada di bawah Kapolri yang dilaksanakan oleh Asop Kapolri.

Detasemen Gegana atau biasa disingkat Gegana adalah bagian dari Kepolisian Indonesia (Polri). Pasukan inilah yang umumnya diturunkan jika muncul suatu ancaman atau teror bom. Pasukan ini memiliki keahlian khusus sebagai tim penjinak bahan peledak (jihandak). Pasukan ini mulai ada sejak tahun 1976, meski ketika itu baru berupa detasemen. Baru pada tahun 1995, dengan adanya pengembangan validasi Brimob bahwa kesatuan ini harus memiliki resimen, Detasemen Gegana lalu ditingkatkan menjadi satu resimen tersendiri, yakni Resimen II Brimob. Sementara Resimen I adalah resimen pembentukan dari anggota-anggota Brimob yang berkualifikasi pelopor. Demikian pula Resimen III. Perubahan tersebut berdasarkan Skep Kapolri Nomor 10 tentang pengembangan organisasi Brimob tahun 1995.

Ada 3 tugas utama Gegana yaitu:
1. Mengatasi Teror
2. Perlindungan VIP / VVIP
3. SAR (search and rescue)
4. Parakomando dan Anti Gerilya
5. Jihandak (penjinakan bahan peledak).



11. DETASEMEN KHUSUS 88

Detasemen Khusus 88 atau Delta 88 adalah satuan khusus Kepolisian Negara Republik Indonesia untuk penanggulangan teroris di Indonesia. Pasukan khusus berompi merah ini dilatih khusus untuk menangani [1]segala ancaman teror, termasuk teror bom. Beberapa anggota juga merupakan anggota tim Gegana.

Detasemen 88 dirancang sebagai unit antiteroris yang memiliki kemampuan mengatasi gangguan teroris mulai dari ancaman bom hingga penyanderaan. Unit khusus berkekuatan 400 personel ini terdiri dari ahli investigasi, ahli bahan peledak (penjinak bom), dan unit pemukul yang di dalamnya terdapat ahli penembak jitu.

Pembentukan
Satuan ini diresmikan oleh Kepala Kepolisian Daerah Metro Jaya Inspektur Jenderal Firman Gani pada tanggal 26 Agustus 2004. Detasemen 88 yang awalnya beranggotakan 75 orang ini dipimpin oleh Ajun Komisaris Besar Polisi Tito Karnavian yang pernah mendapat pelatihan di beberapa negara.
Arti angka 88 pada tulisan Detasemen Khusus 88 ini menyerupai dua buah borgol. Angka 88 merupakan representasi[rujukan?] dari korban peristiwa bom Bali pada tahun 2002 dari warga asing yang mengalami korban terbanyak yaitu Australia. Makna "88" berikutnya adalah, angka "88" tidak terputus dan terus menyambung. Ini artinya bahwa pekerjaan Detasemen 88 Antiteror ini terus berlangsung dan tidak kenal berhenti. Angka "88" juga menyerupai borgol yang maknanya polisi serius menangani kasus ini.

Pasukan khusus ini dibiayai oleh pemerintah Amerika Serikat melalui bagian Jasa Keamanan Diplomatik (Diplomatic Security Service) Departemen Negara AS dan dilatih langsung oleh instruktur dari CIA, FBI, dan U.S. Secret Service. Kebanyakan staf pengajarnya adalah bekas anggota pasukan khusus AS. Pusat pelatihannya terletak di Megamendung, 50 kilometer selatan kota Jakarta.
Persenjataan

Satuan pasukan khusus baru Polri ini dilengkapi dengan persenjataan dan kendaraan tempur buatan Amerika, seperti senapan serbu Colt M4, senapan penembak jitu Armalite AR-10, dan shotgun Remington 870. Bahkan dikabarkan satuan ini akan memiliki pesawat C-130 Hercules sendiri untuk meningkatkan mobilitasnya. Semua persenjataan yang diberikan, termasuk materi latihan, diberitakan sama persis dengan apa yang dimiliki oleh satuan khusus antiteroris AS.

--END-


disarikan informasi dari Mabes TNI, Mabes TNI AD, Mabes Kostrad, Mabes Kopassus, Mabes TNI AL, Mabes Marinir, Mabes TNI AU, Mabes Polri, LSM bidang kemiliteran, Majalah Kemiliteran...
sumber : http://www.bluefame.com/index.php?showtopic=68121&pid=878029&start=&st=#entry878029